Connect with us

TechnoBusiness Lunch

Manuver Cantik Astra Graphia

Published

on

Perilaku pasar berubah setelah industri digital berkembang pesat. Bisnis cetak-mencetak dokumen pun terpengaruh. Kenyataan itulah yang mengharuskan Astra Graphia menyusun strategi baru agar tak lengah. Seperti apa strategi barunya itu?

Oleh Purjono Agus Suhendro ● Foto-Foto: TechnoBusiness, Astra International

 PT Astra Graphia Tbk. sepanjang 2016 hanya berhasil menaikkan pendapatannya sebesar 2% menjadi Rp2,71 triliun jika dibandingkan dengan perolehan setahun sebelumnya sebesar Rp2,65 triliun. Meski pendapatannya sedikit meningkat, laba bersihnya justru turun 4% dari Rp265,12 miliar pada 2015 menjadi Rp255 miliar.

Berdasarkan data yang tertera dalam lembar keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia yang dirilis pada Jumat (24/2), pendapatan itu diperoleh dari penjualan produk melalui entitas anak usaha, yakni PT Astragraphia Informations Technology (AGIT) sebesar Rp1,13 triliun dan unit usaha solusi dokumen sebesar Rp1,54 triliun.

Meski tidak buruk, kinerja Astra Graphia cenderung stagnan. Pasalnya, pada 2015 saja perusahaan mampu mendongkrak pendapatannya sebesar 16% dari Rp2,28 triliun pada 2014 menjadi Rp2,65 triliun. Laba bersihnya pun positif 2% dari 260,27 miliar menjadi Rp265,12 miliar.

Advertisement

Sepertinya ekonomi makro yang melemah memengaruhi kinerja Astra Graphia. Sebab, tak dimungkiri bahwa daya beli pasar di semua sektor industri menurun. Akibatnya, banyak perusahaan yang melakukan efisiensi. Bisnis cetak-mencetak pun tak luput dari faktor itu, yang dalam keterbukaan informasi diakui oleh manajemen perusahaan.

Tidak hanya itu, Astra Graphia juga mesti berhadapan dengan perubahan perilaku pasar dalam berbelanja di zaman yang semakin digital ini. Kenyataan tersebut amat disadari sehingga sejak dua tahun lalu perusahaan mulai melakukan transformasi bisnis.

Salah satu langkah yang diambil adalah menggabungkan entitas Layan Gerak menjadi PT Astragraphia Xprins Indonesia (AXI) pada 14 Februari 2014. Kemudian memperkenalkan dua channel online Business to Business (B2B), yaitu AXIQoe.com untuk memenuhi kebutuhan office supplies serta offlice equipment, dan Xprins Web Services (XWS) untuk pencetakan dokumen berbasis web services.

Dalam jamuan makan siang Spire TechnoBusiness Lunch yang diselenggarakan TechnoBusiness Indonesia bersama Spire Research and Consulting di Penang Bistro, Grand Indonesia, Jakarta, Kamis (23/2), Presiden Direktur Astragraphia Xprins Indonesia Sahat M. Sihombing menjelaskan setelah Layan Gerak dan Xprins digabung ke AXI, kini Astra Graphia hanya memiliki dua entitas bisnis, yaitu AGIT dan AXI.

AGIT bertugas dalam ruang lingkup teknologi informasi, layanan dan solusi aplikasi, sedangkan AXI mengurusi produk-produk ritel seperti printer, toner, dan produk-produk Fuji Xerox dan merek lainnya yang low-end serta multiproduk. AXI juga menangani variabel printing seperti cetak tagihan telepon, billing statement, tagihan koran, dan lain sebagainya yang mengutamakan keamanan.

“Kalau Anda mendapatkan tagihan telepon, salah satunya itu dicetak di tempat kami dan kami yang mengirimkannya. Ada juga rekening koran, tagihan kartu kredit, dan lain sebagainya. Bisnis kami termasuk content distribution dengan armada dan kurir kami sendiri,” kata Sahat kepada TechnoBusiness Indonesia.

Advertisement

Ia mengakui penggabungan dua divisi yang sudah berdiri hampir 24 tahun itu merupakan salah satu strategi perusahaan agar bisa lebih fokus dan berjalan cepat. Dengan begitu, AXI memiliki tiga portofolio bisnis, yakni Xprins, Layan Gerak, dan Layan Gerak Xpress.

Langkah penggabungan itu diambil seraya melakukan transformasi bisnis ke arah pengembangan e-commerce. Ketiga portofolio AXI tersebut didorong agar berkinerja baik, baik dari sisi transaksi konvensional maupun online. “Memang masih 80% offline, 20%-nya online. Tapi, online-nya akan terus berkembang,” ungkapnya.

Transformasi bisnis ke arah online itu bukan sekadar untuk “gagah-gagahan”. AXI beranjak ke ranah online karena adanya perubahan perilaku pasar. Apalagi generasi Y mulai memasuki ruang-ruang pekerjaan, mendominasi perusahaan-perusahaan, dan menempati posisi pengambil keputusan.

Ditambah pengguna internet di Tanah Air saat ini menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia sudah mencapai 132,7 juta, naik dua kali lipat dibanding 2014 yang berjumlah 88,1 juta orang. Dari jumlah itu, 22% atau 82,2 juta di antaranya (dilihat dari sisi penggunaan komersial) memanfaatkan untuk berbelanja online. Sehingga, mau tidak mau perusahaan harus bertransformasi dari sekadar offline ke ranah online pula.

 

Baca Juga: Purjono Agus Suhendro berbincang dengan Sahat M. Sihombing, Presiden Direktur PT Astragraphia Xprins Indonesia

 

Advertisement

Karena itu, sejak tahun lalu Axi meluncurkan e-commerce, di antaranya layanan print on demand XWS dan business to business (B2B) e-commerce yang terdaftar sebagai salah satu penyedia e-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), Axiqoe.com.

Dengan adanya layanan online, semua proses transaksi menjadi lebih simpel. Sahat mencontohkan, apabila perusahaan Anda yang berbasis di Jakarta mau mengadakan pelatihan di Bali dan membutuhkan 100 handbook, untuk menyiapkannya biasanya Anda berangkat dua hari lebih awal. Keberangkatan Anda pun dengan dua kemungkinan: membawa handbook-nya dari kantor pusat atau mencetak di kota setempat.

Dari situ persoalan muncul. Kalau dibawa dari kantor pusat akan menambah ongkos pengiriman, di samping repot. Namun, apabila dicetak di daerah sekitar tempat pelatihan, Anda tidak tahu percetakan mana yang layak dan sesuai dengan keinginan Anda. Sering kali hasil cetakannya tidak memuaskan, bukan?

Sekarang tidak begitu. Kata Sahat, “Anda tinggal order melalui website XWS, kami akan mencetak dan mengantarkannya langsung ke tempat pelatihan Anda. Kami yang mengerjakan dan kami yang mendistribusikannya. Sekitar satu atau dua jam sebelum pelatihan dimulai, barangnya sudah sampai di ruang pelatihan.”

Dengan cara itu, pelanggan akan merasakan betapa lebih efisien dan simpelnya proses pencetakan saat ini. AXI dapat menjalankan layanan seperti itu karena didukung oleh 32 cabang, 92 titik layanan untuk menjangkau 514 kota dan kabupaten yang tersebar di seluruh Indonesia. “Kami mengerjakan dengan partner kami. Ekosistem seperti itu yang kami bangun,” ungkap Sahat.

Advertisement

 

“Saya pikir tahun ini sudah harus menghasilkan. Kalau tahun lalu single digit, tahun ini mesti double digit. Kami sangat optimistis untuk itu. Kini, saatnya take off.”

 

Berbeda dengan toko online lainnya yang mengharuskan pelanggan membayar terlebih dahulu, di XWS dapat dilakukan setelah produknya diantarkan. Itupun bisa menggunakan online payment gateway yang bekerja sama dengan Midtrans (sebelumnya bernama Veritrans) atau kartu debit, terutama untuk pelanggan B2B yang sudah terdata.

AXI berani melayani order dulu bayar belakangan karena memang kekuatan utamanya di B2B. Banyak sekali pelanggan korporat yang sudah berpuluh tahun menjadi pelanggan perusahaan. Kepada pelanggan tersebut, lanjut Sahat, yang tadinya hanya ditawarkan satu sekarang bisa ribuan item produk.

Dengan layanan online, pelanggan korporat pun akan merasakan benefit-benefitnya. Jika sebelumnya berbelanja dalam jumlah banyak dan harus menyiapkan inventori yang cukup luas, kini tidak lagi. Di samping bisa men-tracking pembelanjaan yang dilakukan, pelanggan juga tak perlu menyediakan tempat penyimpanan khusus. Sebab, pelanggan cukup order setiap kali hendak membutuhkannya sehingga cukup efisien.

Advertisement

Agar proses transformasinya sukses, AXI pun telah mengalokasikan dana promosinya dari semula sepenuhnya offline menjadi separuh untuk online. “Kami memanfaatkan e-mail blast, iklan digital, dan media sosial untuk menyapa pelanggan,” kata Suyanni Sapoetro, Planning and Marketing Division Head AXI, yang turut dalam jamuan Spire TechnoBusiness Lunch. “Hasilnya justru lebih efektif dan efisien.”

Melihat langkah tersebut, Group Deputy CEO Spire Research and Consulting Jeffrey Bahar menilai AXI cukup pintar dalam mentransformasi bisnisnya. Langkah itu merupakan strategi yang tepat mengingat dunia semakin digital dan industri apa pun tidak bakal bisa menghindarinya.

“Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain kecuali harus segera bertransformasi tidak hanya mengandalkan pemasaran offline tetapi juga online,” kata Jeffrey. “Kita tahu bahwa kehadiran teknologi telah mengubah budaya berbelanja masyarakat, termasuk berbelanja alat-alat tulis, proses cetak-mencetak, baik kebutuhan individual maupun korporat.”

Dua tahun terakhir sudah cukup bagi Sahat untuk melakukan pengembangan-pengembangan perusahaan yang dikelolanya. Semua instrumen ia anggap sudah cukup untuk bisa diajak berlari lebih kencang. Sehingga ia yakin kinerja perusahaan tahun ini akan jauh lebih baik ketimbang dua tahun sebelumnya.

“Saya pikir tahun ini sudah harus menghasilkan. Kalau tahun lalu single digit, tahun ini mesti double digit. Kami sangat optimistis untuk itu. Kini, saatnya take off. Dari awal Januari semua individu AXI sudah kami kumpulkan. Kami sudah menyatakan akan lepas landas dan lari sekencang-kencangnya untuk mencapai target jangka panjang kami pada 2020 supaya bisa menyumbangkan kepada kinerja konsolidasi lebih besar,” jelas Sahat mengakhiri.**

Advertisement
Continue Reading
Advertisement