TechnoBusiness News
Dari Backup Menuju Ketahanan Bisnis: Tantangan Data AI di 2025
Oleh Matthew Hardman, CTO Hitachi Vantara Asia Pasifik

TechnoBusiness Opinion ● Asia kini memimpin dunia dalam adopsi AI. Namun, semakin banyak bisnis menyadari bahwa keberhasilan AI tidak hanya bergantung pada teknologi itu sendiri, tapi juga pada kualitas data—Bahamian data disusun, diamankan, dan dapat diakses dengan mudah.
Dalam Survei Infrastruktur Data (State of Data Infrastructure Survey) terbaru dari Hitachi Vantara, sebanyak 42% perusahaan di Asia menyebut AI sebagai bagian penting dari operasional mereka—angka ini melampaui rata-rata global.
Tapi, ada tantangan besar yang masih menghambat: akurasi output AI di Asia hanya tercapai 32% dari waktu. Penyebab utamanya? Data yang tidak konsisten, tidak terstruktur, dan sulit ditemukan saat dibutuhkan.
Fragmentasi data seperti ini membuat AI sulit memberikan wawasan secara real-time. Di saat yang sama, keamanan data juga jadi perhatian utama—44% bisnis di Asia menyebutnya sebagai tantangan terbesar, kembali melebihi rata-rata global. Fakta ini menunjukkan satu hal: di balik kemajuan AI, infrastruktur datanya belum sepenuhnya siap.
Kita juga telah melihat dampak nyata dari infrastruktur yang rapuh. Gangguan TI global pada 2024 menunjukkan bahwa backup tradisional tidak lagi cukup. Banyak perusahaan sudah punya sistem pencadangan, tapi tetap lumpuh karena rencana pemulihannya lambat, tidak diperbarui, atau belum pernah diuji.
Dengan prediksi bahwa volume data di Asia akan melonjak 123% dalam dua tahun, perusahaan perlu berpikir ulang. Ini bukan hanya soal kehilangan data, tapi soal menjaga kelangsungan bisnis.
AI sering dimulai dari proyek-proyek kecil dan inovatif. Namun, saat teknologi ini mulai masuk ke jantung bisnis, kita butuh lebih dari sekadar fungsionalitas. Ketahanan sistem, perlindungan data, dan kepatuhan harus jadi bagian dari rencana sejak awal. Mungkin sudah waktunya bagi organisasi untuk menyisihkan “pajak enterprise” dalam setiap proyek AI—alokasi khusus untuk infrastruktur dan keamanan yang solid.
AI juga membawa risiko baru. Pelaku siber kini menargetkan dataset pelatihan dan backup, menyusupkan data yang telah dimanipulasi, bahkan menghapus salinan cadangan secara permanen. Dalam era hybrid dan multi-cloud, rencana pemulihan yang terpadu dan bisa diskalakan bukan lagi opsional—itu keharusan.
Di World Backup Day 2025 ini, bisnis perlu bergerak dari sekadar punya backup ke strategi ketahanan yang menyeluruh. Backup berbasis AI bisa membantu mendeteksi anomali sejak awal, penyimpanan immutable dan sistem keamanan zero-trust bisa menjaga data tetap utuh.
Kita juga perlu mulai mengutamakan data observability—pengawasan berbasis AI yang menjamin data tetap aman, patuh, dan dapat dipulihkan kapan saja.
Asia sedang mengalami transformasi AI yang pesat. Tapi tanpa data yang tepercaya, berkualitas tinggi, dan tangguh, potensi penuh AI akan sulit tercapai. World Backup Day bukan sekadar soal menyimpan data—ini soal memastikan data tetap aman dan siap digunakan kapan pun dibutuhkan.
Perusahaan yang berani melampaui backup tradisional dan membangun strategi ketahanan sejati akan menjadi yang paling siap menghadapi masa depan.●