TechnoBusiness View
Sri Mulyani, Kopi, dan Kecemasan Orang Amerika
Published
6 years agoon
TechnoBusiness View ● Ekonomi global tak kunjung stabil, apalagi pasca The Fed menaikkan suku bunga acuannya secara bertahap. Negara-negara berkembang yang sejak satu dekade lalu menikmati bonus pertumbuhan akibat krisis Amerika Serikat, kembali loyo: nilai mata uang anjlok, indeks saham turun.
Beberapa negara seperti Argentina, Venezuela, dan Turki merasakan dampak lebih dari itu, yakni mengalami kejatuhan hingga terjerembab pada krisis ekonomi. Satu tisu gulung kecil di Venezuela, negara yang dulunya kaya raya karena minyak yang berlimpah, misalnya, harus dibeli dengan harga 2,6 juta Boliviar.
Baca Juga: Selamat Datang Selfin, Penantang Baru Facebook
Harus diakui, dolar kini kembali ke kandangnya. Ekonomi Amerika yang 10 tahun terakhir terpuruk saat ini bangkit lagi. Untuk itu, negara-negara kecil secara ekonomi akan terguncang. Sebab, arus uang akan lebih banyak keluar ketimbang masuk. Belum termasuk imbas dari kebijakan perang dagang yang digenderangkan oleh Presiden Donald Trump.
Pertanyaannya, saat ekonomi sudah tumbuh, apa yang dirasakan oleh warga Amerika? Rupanya, meski ekonomi mereka kembali membaik, orang Amerika menyimpan kekhawatiran yang besar terhadap keuangan pribadi mereka. Tidak hanya itu, mereka juga tetap mencemaskan tingkat utang dan gambaran ekonomi negara, meskipun tumbuh.
Dalam sebuah survei yang dilakukan Association of Young Americans (AYA) dan AARP, konsultan keuangan pribadi, diketahui bahwa kekhawatiran itu dirasakan oleh semua generasi. Sebanyak 49% orang mengatakan agak puas dengan keuangan pribadi mereka, 37%-nya mengaku tidak sama sekali. Sepertiganya mengatakan tidak bisa menutupi pengeluaran bulanan mereka.
Baca Juga: Ketika Smartfren Tak Mau Ketinggalan Kaum Milenial
Terkait kondisi keuangan pribadi orang Amerika, baik Generasi Baby Boomer, Generasi X, maupun Generasi Milenial, saat ini, rupanya mereka sama-sama satu suara: ingin mendapat jaminan keamanan finansial jangka panjang. Pernyataan pendiri AYA, Ben Brown, memperkuat fakta itu. “Di seluruh generasi, kekhawatiran ekonomi dan keamanan finansial menjadi prioritas utama orang Amerika,” ujarnya.
Kalau begitu, benar kata Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati yang belum lama ini menghimbau Generasi Milenial-nya untuk lebih berhemat. Menteri Keuangan Terbaik Sejagat itu berseloroh, jika biasanya minum kopi di kedai sehari sekali, sebaiknya dikurangi menjadi dua hari sekali. Tujuannya agar Generasi Milenial mampu mempersiapkan masa depannya.
Jadi, semua generasi, terutama Generasi Milenial, di mana pun berada, apakah di Amerika atau Indonesia, selayaknya memikirkan masa depan keuangan pribadi mereka. Bedanya, orang-orang Milenial Amerika mengkhawatirkan keuangan personal atas inisiatif mereka sendiri, sedangkan di Indonesia mesti dihimbau oleh menterinya.●