Connect with us

Agustine Dwianika

Efek Kelahiran Fintech terhadap Perbankan

Published

on

Oleh Agustine Dwianika

Dosen Universitas Pembangunan Jaya

Sekretaris Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Pendidik-DKI Jakarta

 

Advertisement

Fenomena yang timbul terutama pada industri taksi dan hotel, di mana Uber dan Airbnb telah menggantikan layanan tradisional dengan menawarkan desentralisasi secara online menggunakan platform peer-to-peer (Cannon dan Summers, 2014) memperkuat realita bahwa teknologi telah berperan kuat dalam strategi bisnis.

Schroeder (1989) mendefinisikan strategi bisnis merupakan pengejawantahan dari di mana perusahaan berada dan bagaimana bisnis tersebut bersaing. Setiap bisnis perlu menemukan dasar persaingannya sendiri berdasarkan segmen pasar dan produk tertentu yang telah diputuskan untuk dimasuki.

Baca Juga: Pajak dan Tren Teknologi Terkini

Strategi bisnis itu sesuatu yang dirumuskan, diimplementasikan, dan dievaluasi dengan asumsi pada persaingan bisnis. Setiap perusahaan harus mengambil pendekatan proaktif dan berusaha untuk memengaruhi pasar, kemudian mulai mengantisipasi daripada hanya merespons setiap kejadian yang ada di industri (David, 2011).

Barney dan Hesterly (2008), strategi dijelaskan sebagai sebuah teori tentang bagaimana cara perusahaan meraih keunggulan-keunggulan kompetitif (Competitive Advantages).

Advertisement

 

[nextpage]

Startup seperti fintech pada akhirnya dapat menggantikan pemain lama, yang bisa saja menimbulkan “gangguan”, termasuk dalam hal ini bagi bank. Hal itu karena alternatif baru berbasis teknologi tersebut yang memberikan kemudahan, efisiensi, serta kualitas layanan yang dianggap lebih baik dibanding bank.

Sebenarnya ada efek saling melengkapi antara fintech dan bank. Sebagai contoh, jika kita lihat efek “melengkapi” yang cukup potensial adalah di perusahaan Wealtfront.

Baca Juga: Berkah Negeri Seribu Momen

Advertisement

Wealtfront dianggap sebagai salah satu platfrom manajemen investasi terbesar dan penasihat keuangan berbasis teknologi, yaitu secara online yang mana memiliki saham sebesar US$64 juta pada 2011 dan terangkat menjadi US$130 juta pada 2014 lalu.

Jika kita lihat lebih jauh, terdapat kesamaan strategi bisnis antara  Wealthfront dan bank tradisional, yaitu sama-sama mengelola aset dan investasi untuk para pelanggan mereka dengan segmen yang berbeda.

Jika bank tradisional cenderung fokus pada kelas menengah ke atas, maka Wealthfront juga menyediakan layanan bagi segmen menengah kebawah yang tidak terlalu banyak memiliki aset.

[nextpage]

Disisi lain, efisiensi yang ditawarkan oleh fintech yaitu mengenakan biaya pelanggan dan biaya aset tanpa biaya komisi. Hal itu merupakan salah satu strategi fintech yang menjadikannya kuat dan kompetitif dibandingkan perbankan tradisional.

Advertisement

Sebetulnya, dengan evolusi teknologi digitalisasi layanan perbankan, bank kecil sampai dengan menengah diberi kesempatan unik untuk mengakuisisi/mitra perusahaan fintech.

Baca Juga: Misleading Advertisement

Melalui kerja sama dengan perusahaan fintech, bank dapat mengatasi kehadiran fisik mereka yang lebih kecil dan fungsi perbankan yang terbatas untuk berkompetisi dengan bank-bank besar dan incumbent.

Sementara itu, bank yang lebih besar harus mempercepat transformasi digital untuk mempertahankan wilayah mereka; serta perlu mengatasi masalah teknologi dan tantangan budaya lama mereka dengan melakukan reinventing model bisnis mereka.

[nextpage]

Advertisement

Pada segmen tertentu, perusahaan fintech dapat berkembang menjadi layanan baru dengan cepat. Heatmap di bawah ini menujukkan besarnya disrupsi serta persentase pengguna yang telah menggunakan jasa fintech di Asia (Bank Indonesia, 2017).

Pada 2016, Google dan Temasek melakukan penelitian terhadap enam negara utama di Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.

Baca Juga: 7 Tren Transformasi Digital di Indonesia 2019

Ternyata di Asia Tenggara telah terdapat 260 juta orang yang terhubung dengan internet, di mana kawasan ini dijadikan sebagai pangsa pasar internet terbesar keempat di dunia.

Asia Tenggara diperkirakan akan menjadi pasar internet dengan pertumbuhan terpesat di dunia pada tahun 2020 yang diperkirakan akan mencapai 480 juta orang pengguna internet dan Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan pengguna internet yang terpesat di antara negara Asia Tenggara lainnya.

Advertisement

[nextpage]

Google dan Temasek memperkirakan perekonomian internet di Asia Tenggara akan mencapai US$200 miliar pada 2025, yang berarti meningkat sebesar 6,5 kali dalam 10 tahun terakhir sejak 2015. Pengeluaran online melalui internet ini didominasi oleh perdagangan online (e-commerce) dan pemesanan tiket online.

Sumber: Bank Indonesia, World Bank, Temasek, Phocuswright, Canalys, Portal Pemerintahan

Dari data di atas, dapat diasumsikan bahwa sampai dengan 2025 pasar e-commerce terus meningkat, tak terkecuali Indonesia.

Peningkatan pesat e-commerce di Indonesia diduga karena adanya dorongan populasi kelas menengah yang besar, meningkatnya akses terhadap internet, dan meningkatnya pertumbuhan kota-kota kecil tempat akses terhadap usaha ritel yang terorganisasi secara terbatas.

Advertisement

Oleh karena itu, strategi perbankan konvensional untuk dapat bersinergi pada startup fintech menjadi pilihan yang tepat. Tentu saja dengan penghitungan yang cermat dan perencanaan akurat sehingga terhindar dari kerugian tidak diinginkan.

 

Continue Reading
Advertisement