Connect with us

TechnoBusiness News

Masa Depan Industri Freelancing Kian Cerah, Mengapa?

Masa depan industri freelancing tumbuh: karena minat atau terbatasnya lapangan kerja formal?

Published

on

Ryan Gondokusumo, founder dan CEO Sribu

Jakarta, TechnoBusiness ID Sribu Digital Kreatif, penyedia solusi konten dan pemasaran digital berbasis crowdsourcing di Indonesia, menyatakan masa depan industri freelancing di Tanah Air kian cerah. Hal itu dipicu oleh transformasi dunia HR selama pandemi dua tahun terakhir.

Pandemi yang memaksa karyawan untuk bekerja dari rumah (work from home) telah mendongkrak popularitas sistem kerja jarak jauh (remote working). Pola itulah kemudian mengerek masa depan industri freelancing yang semula dipandang sebelah mata menjadi semakin diperhitungkan.

Baca Juga: Platform Crowdsourcing Sribu Diakuisisi Mynavi Corp Asal Jepang

Jumlah pekerja di industri freelancing yang disebut pekerja paruh waktu alias freelancer pun naik signifikan. Per Agustus 2020, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah pekerja freelancer di Indonesia tercatat sebanyak 33,34 juta, naik 26% dibanding setahun sebelumnya.

Advertisement

Ryan Gondokusumo, founder dan CEO Sribu, mengatakan pandemi telah mengakselerasi pengadopsian sistem kerja jarak jauh (remote working) dan proses kerja digital hingga semakin diterima secara luas, baik dari sisi pelaku usaha maupun pekerja.

Karena itu, masa depan industri freelancing kian cerah—seperti yang diyakini Ryan ketika mendirikan Sribu 11 tahun lalu. “Pada 2011, kami memulai Sribu sebagai wadah untuk memfasilitasi industri freelancing yang kami yakini akan terus berkembang pesat,” katanya.

Baca Juga: Restoran Digital Zing Siap Ekspansi ke Pasar Indonesia

Sribu membawa misi membantu para pelaku usaha untuk meningkatkan efisiensi bisnis melalui pemberdayaan freelancer. Platform itu memberikan fleksibilitas bagi para pelaku usaha dalam menentukan perekrutan freelancer sesuai anggaran dan hasil yang diinginkan.

Saat ini, ada 33,34 juta freelancer di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik.

Saat ini, lebih dari 26.000 freelancer dengan berbagai keahlian serta lebih dari 15.000 usaha kecil menengah dan korporasi telah dipertemukan untuk bekerja sama dalam 100.000 pekerjaan melalui Sribu. Menurut Ryan, itulah yang membuat pendapatan Sribu rata-rata naik 15% per tahun.

Advertisement

Jenis pekerjaan yang ditawarkan di Sribu, antara lain desain, penulisan, fotografi, videografi, pemasaran digital, pembuatan website, dan aplikasi mobile. Saking potensialnya, belum lama ini Sribu diakuisisi oleh Mynavi Corporation asal Jepang, walau nilainya tidak diumumkan ke publik.

Baca Juga: Marvel Exhibition Terbesar Se-Asia Tenggara Digelar di Jakarta!

Faktor Lain

Masa depan industri freelancing memang cerah karena sejalan dengan karakteristik Generasi Milenial dan Generasi Z yang lebih menyukai kebebasan. Tidak sedikit kaum milenial yang keluar dari pekerjaannya (resign) oleh sebab tak mau terkungkung oleh aturan perusahaan.

Jeffrey Bahar
COO Spire Research and Consulting

Selain faktor pandemi, karakteristik Generasi Milenial dan Generasi Z itu pulalah yang membuat masa depan industri freelancing cerah. Freelancing semakin menjadi alternatif dalam penggunaan sumber daya manusia di era digital akhir-akhir ini.

Meski demikian, jika dibandingkan dengan negara-negara maju, industri freelancing di Indonesia masih jauh ketinggalan. Amerika Serikat mencatatkan diri sebagai pasar freelancing dengan pertumbuhan tercepat di dunia tahun ini (78%) diikuti Inggris (59%) dan Brazil (48%).

Di Asia Tenggara, menurut COO Spire Research and Consulting Jeffrey Bahar, pasar freelancing dengan pertumbuhan tercepat berdasarkan pendapatan (based on earnings) dicatatkan oleh Filipina—yang menempati urutan keenam (35%) di dunia.

Advertisement

Baca Juga: ChatFoto, Layanan Cetak Foto via WhatsApp Pertama di Indonesia

Di satu sisi meningkatnya jumlah freelancer menjadi berita baik bagi industri freelancing, di sisi lain bisa jadi sebaliknya. “Harus ditelaah lebih detail apakah mereka bekerja secara freelance karena memang sesuai minat atau disebabkan oleh tidak adanya lapangan pekerjaan formal,” kata Jeffrey.

Harus disadari bahwa transformasi digital membuat banyak perusahaan semakin bertumpu pada teknologi canggih dan menghilangkan sebagian lapangan pekerjaan yang ada. “Tak menutup kemungkinan mereka menekuni dunia freelancing karena terpaksa,” ujarnya.

—Purjono Agus Suhendro, TechnoBusiness ID Foto: Sribu

Advertisement