Purjono Agus Suhendro
Jangan Terbujuk “Setan Diskon” 11.11

CEO Pas Corp
Editor in Chief TechnoBusiness Media
●●●
Tentu saja kita belum tahu berapa nilai transaksi yang dibukukan oleh pemain-pemain e-commerce di Tanah Air dalam pesta belanja 11.11 hari ini. Sebab, promonya masih berlangsung—walau sudah ada yang memulainya sejak beberapa hari lalu.
Jika ingin tahu gambarannya, tahun lalu Lazada Indonesia—e-commerce berkonsep marketplace milik Alibaba Group asal China—saja menorehkan transaksi Rp1,6 triliun hanya dalam sehari pada perhelatan “11.11 Online Revolution.”
Blibli.com, toko online milik PT Global Digital Niaga, anak perusahaan Grup Djarum, walau tanpa menyebutkan nilainya tapi menyatakan meraup penjualan 5,5 kali lipat selama periode promo BlibliHisteria 11.11 dibanding hari biasa tahun lalu yang dimulai sejak enam hari sebelumnya.
Itu belum termasuk Tokopedia, e-commerce nomor satu dari sisi jumlah pengunjungnya saat ini; juga Bukalapak; Shopee, dan lain-lain. Yang pasti, trennya bakal terus meningkat, baik dari banyaknya transaksi maupun nilai nominal yang dihasilkan.
Masalahnya, yang namanya “gila” sering kali tidak rasional.
Rata-rata para pemain tersebut mampu mencatatkan nilai penjualan dalam satu hari promosi setara dengan transaksi mereka selama sebulan.
Angka yang sama juga terjadi pada Hari Belanja Nasional 12.12 yang tahun lalu secara kumulatif mencapai Rp3,3 triliun. Dahsyat, bukan?
Meningkatnya jumlah transaksi dan nilai yang dihasilkan membuktikan bahwa industri e-commerce di Indonesia telah berkembang pesat. Pasar telah bergeser dari tak percaya menjadi gila belanja.
Masalahnya, yang namanya “gila” sering kali tidak rasional. Sebagian besar konsumen terlena dengan gemerlap promo yang dipromosikan berulang kali selama momentum berlangsung, tanpa memikirkan apakah benar dibutuhkan atau sekadar untuk memenuhi keinginan.
E-commerce tak ubahnya cewek—kalau tidak ingin disebut setan—perayu, yang jika tak tahan godaan siapa pun pasti akan jatuh ke pelukannya. Padahal, cewek perayunya tidak hanya satu, dan satu cewek tidak hanya merayu satu pelanggan. Ingat, kalau tidak hati-hati jadi candu.
Seperti Anda ketahui, rayuan termanjur adalah diskon up to 90%. Padahal, itu hanya up to (sampai). Bagaimana jika diskonnya benar-benar 90% tanpa minimal order dan tanpa biaya pengiriman? Mungkin Anda rela memburunya sekalipun membayarnya pakai cicilan kartu kredit.
Tetap Cerdas
Karena diciptakan sebagai perayu, agar konsumen berlomba-lomba untuk membeli, diskon harga dibuat semenarik mungkin. Tak sedikit yang dibanderol seharga Rp11.111 atau Rp12.121 dari ratusan ribu rupiah saat single day—istilah promo pesta belanja pada 11 November yang diperkenalkan Alibaba di China.
Supaya Anda ketahui, diskon selalu ada di setiap “zaman”e-commerce.
Tertarik? Tentu saja. Tapi, di situlah “keimanan” Anda diuji: terbujuk rayu diskon atau tidak.
Supaya Anda ketahui, diskon selalu ada di setiap “zaman” e-commerce.
Ada sederet festival belanja yang sejatinya menyuguhkan penawaran diskon dengan besaran yang kurang lebih sama.
Dalam setahun, kita akan disodori promo awal tahun, promo Lebaran, promo 9.9, 10.10, 11.11, dan 12.12. Itu belum termasuk promo susulan akhir tahun—yang terkadang diperuntukkan bagi yang mungkin terlewatkan dengan promo-promo sebelumnya.
Apakah Anda siap untuk menuruti semua rayuan “setan diskon” itu? Jelas tidak. Makanya, kembalilah ke jalan yang benar dan tetap menjadi konsumen yang cerdas. Salah satunya, pikirkan kembali apakah Anda membutuhkan barang itu atau sekadar ingin memilikinya.
Kalau pun ingin memiliki, teliti sebelum membeli. Jangan-jangan diskonnya berlangsung sepanjang tahun. Bukan hanya saat festival belanja, bisa saja pada hari-hari biasa pun diskonnya sama. Lalu, apanya yang didiskon sebenarnya? Banyak lho yang begitu.
Jadi, biarkan pemain-pemain e-commerce menjadikan promo festival belanja sebagai strategi untuk meningkatkan penjualan dan mengedukasi pasar. Tapi, sebagai konsumen yang pintar, tetap kuatkan iman Anda dari bujuk rayu “setan diskon”.
Masih ingat, kan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berkata apa? “Generasi milenial perlu mengurangi jajan kopi,” katanya pada akhir September lalu. Esensinya, pikirkan manajemen keuangan demi masa depan. Kalau begitu, menolak bujuk rayu “setan diskon” termasuk dong ya?●