Connect with us

TechnoBusiness News

Primary Guard Rilis Tren Keamanan Siber 2023: Perkembangan AI Hingga Akhir Era Password

Primary Guard, anak perusahaan Forest Interactive, merilis tren keamanan siber 2023.

Published

on

Primary Guard, perusahaan penyedia layanan perlindungan keamanan data di cloud, analisis data, dan pemulihan data di bawah naungan Forest Interactive.

Jakarta, TechnoBusiness ID Serangan siber (cyber-attack) di dunia, termasuk Indonesia, pada 2022 meningkat. Tren itu disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari kondisi geopolitik, perang, hingga untuk tujuan komersial.

Primary Guard, perusahaan penyedia layanan perlindungan keamanan data di cloud, analisis data, dan pemulihan data di bawah naungan Forest Interactive, memprediksi serangan siber tahun ini akan meningkat dengan pola yang sama, tetapi dengan tren yang berbeda atau lebih maju.

Baca Juga: Makna di Balik Slogan Baru “Create Today. Enrich Tomorrow” Panasonic

Berbagai penemuan maupun peningkatan teknologi baru, seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence), yang membantu mengatasi berbagai aktivitas dan mobilitas masyarakat modern, ternyata juga menjadi celah dalam serangan siber.

Advertisement

Setelah sebelumnya merilis kaleidoskop serangan siber yang terjadi di Indonesia sepanjang 2022, kini Primary Guard merilis tren keamanan siber (cyber security) yang akan terjadi tahun ini.

Pengamat IT yang juga Product Owner Primary Guard Razin Umran mengatakan, ”Analisis ini bisa menjadi bahan acuan untuk para organisasi, lembaga, maupun perusahaan agar bisa lebih mempersiapkan diri terhadap berbagai jenis aneka ancaman serangan siber yang mungkin akan dihadapi tahun ini.”

Serangan phising menjadi momok bagi individu dan perusahaan di era digital saat ini.

Siap-siap Hadapi Pencurian Data

Kasus pencurian data (data breach) oleh hacker bukan lagi permasalahan mengenai apakah akan terjadi dan menimpa sebuah lembaga atau bisnis, tetapi lebih ke kapan akan terjadi. Penggunaan Internet of Things (IoT) dan pengaplikasian cloud tidak hanya memudahkan bisnis, tetapi juga bisa menjadi celah masuknya hacker untuk mencuri data. Pencurian data tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga menurunkan kredibilitas perusahaan ataupun lembaga di mata publik.

Dua Mata Pisau Perkembangan AI

Advertisement

Platform ChatGPT yang diluncurkan lembaga oleh riset dari Amerika Serikat, OpenAI, pada akhir tahun lalu sempat menghebohkan media sosial. Bukan saja karena mampu memiliki 1 juta pengguna selama lima hari sejak diluncurkan, tetapi kemampuan platform chatbot berbasis AI tersebut bisa menghilangkan beberapa pekerjaan seperti content writer dan lain sebagainya.

ChatGPT menggunakan Reinforcement Learning from Human Feedback (RLHF), hal yang sama digunakan pada InstructGPT, tetapi dengan sedikit perbedaan dalam penyiapan pengumpulan data. Meski masih dalam tahap penyempurnaan karena terdapat beberapa jawaban yang masih kurang, platform ChatGPT menjadi salah satu bukti perkembangan AI yang semakin masif dalam tahun-tahun yang akan datang.

Walau harus disadari bahwa perkembangan AI bagai dua mata pisau, bisa berdampak positif tetapi juga memberi efek negatif. Misalnya, ChatGPT bisa menjadi salah satu pintu masuknya malware untuk mencuri data.

Baca Juga: Deteksi Fraud, Bank Sumut Gandeng Multipolar Technology

Era Password Berakhir

Advertisement

Serangan phising masih menjadi momok bagi individu dan perusahaan di era digital saat ini. Tautan phising dari email maupun pesan pribadi, bahkan bagi mereka yang sudah mengetahui hal tersebut, kerapkali masih kebobolan.

Field CTO Cloudflare John Engates menyebut otentikasi username dan password dengan kombinasi Multi Factor Authentication kini tidak cukup untuk menghadapi serangan phising. Sebab, hacker akan mudah mengambil username dan password untuk kemudian mencuri data pribadi.

Penggunaan fingerprint dan login dengan wajah bisa menjadi salah satu alternatif dalam penerapan untuk menghindari serangan phising. Hal ini juga yang akan membuat era password akan berakhir dalam tahun-tahun ke depan.

Zero Trust

Konsep zero trust masih menjadi hal yang bisa diterapkan oleh lembaga atau perusahaan dalam menghadapi ancaman siber tahun ini. Zero trust selalu mengasumsikan bahwa semua yang ada di balik firewall perusahaan masih tidak aman, dan akan selalu memverifikasi permintaan seolah-olah permintaan tersebut berasal dari jaringan yang terbuka.

Advertisement

John Engates bahkan memprediksi adanya peran chief zero trust officer dalam suatu perusahaan atau lembaga. Chief zero trust officer bertanggung jawab untuk mengarahkan perusahaan dengan konsep zero trust-nya. Misalnya menyelaraskan perusahaan dengan vendor atau pihak ketiga dalam proses pembangunan sistem teknologi yang digunakan perusahaan.

Baca Juga: Penjualan TV Hisense per Desember 2022 Tertinggi di Dunia

Meskipun serangan siber tidak bisa dicegah sepenuhnya, lembaga dan perusahaan bisa melakukan langkah pencegahan dengan sistem keamanan siber yang baik. Misalnya dengan menggunakan layanan hosting yang sudah tersertifikasi Standar Keamanan Internasional ISO 27001 seperti dari Cloudflare.

Cloudflare memberi proteksi dari DDoS untuk mengamankan situs website, aplikasi, dan seluruh jaringan sambil memastikan kinerja lalu lintas yang sah tidak terganggu. Cloudflare menjadi market leader dalam 2021 Forrester WaveTM DDoS Mitigation Solutions.

Cloudflare menerima peringkat tertinggi dibanding enam vendor anti DDoS dalam 23 kriteria di Gartner’s 2020 “Solution Comparison for DDoS Cloud Scrubbing Centers”. Primary Guard, yang merupakan anak perusahaan Forest Indonesia, menjadi official partner Cloudflare di Indonesia yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan klien dalam menangkal kejahatan siber. Sponsored Content

Advertisement

THE BEST ADVICE