Sekretaris Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntansi Pendidik-DKI Jakarta
●●●
Jika mendengar kata “akuntan”, apa yang terbersit dalam pikiran Anda? Bisa berbagai macam definisi dan bahkan komentar yang serupa tapi belum tentu sama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, akuntan merupakan seorang ahli dalam bidang akuntansi yang bertugas menyusun, membimbing, mengawasi, menginspeksi, dan memperbaiki tata buku serta administrasi perusahaan atau instansi pemerintah.
Bagaimana dengan akutan milenial? Bagaimana akuntan zaman sekarang menyikapi perkembangan teknologi yang dikhawatirkan menggantikan perannya?
Pertanyaan-pertanyaan itu selalu saja menggelitik para mahasiswa akuntansi maupun akuntan fresh graduate. Akuntan milenial merupakan suatu istilah bagi akuntan-akuntan muda yang sering kali hangat diperbincangkan dalam pembahasan ilmiah pada keilmuan akuntansi.
Pada rangkaian “Aspiring Professional Accountants Festival (APAFest) 2019” yang digelar Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) di Main Hall Bursa Efek Indonesia, Rabu (4/9), misalnya, dalam siaran pers Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti), Sekretaris Jenderal Kementerian Ainun Na’im mengharapkan para akuntan milenial siap untuk menghadapi tantangan Revolusi Industri 4.0.
Advertisement
[nextpage]
Tantangan yang dimaksud adalah adanya perkembangan industi, teknologi, dan inovasi yang menjadi tuntutan bisnis sekarang yang tak terbantahkan, terutama dalam bidang kecerdasan buata (artificial intelligence/AI).
Dalam buku Artificial Intelligence, Elaine Rich, Kevin Knight, dan Shivashankar B. Nair mengungkapkan bahwa AI merupakan sebuah studi tentang bagaimana membuat komputer melakukan hal-hal yang pada saat ini dapat dilakukan oleh manusia.
Beberapa ahli teknologi memprediksi bahwa pada 2029 nanti kecerdasan robot dapat mengimbangi kecerdasan manusia dan bahkan 1/3 pekerjaan di dunia ini digantikan oleh robot pada akhirnya, dan akuntan menjadi salah satu pekerjaan dalam list tersebut.
Jika kita melihat lebih jauh pekerjaan akuntan adalah melakukan siklus akuntansi yang dimulai dari analisis transaksi, pencatatan dalam jurnal, sampai pembuatan neraca saldo setelah penutupan serta analisis laporan keuangan itu sendiri. Sehingga, dapat menyajikan informasi yang diperlukan oleh penggunanya.
Pekerjaan yang dapat digantikan robot saat ini adalah pekerjaan yang bersifat pengulangan dengan memberikan instruksi khusus berupa kode-kode, sedangkan fungsi akuntan sebetulnya cukup luas. Tidak saja sebatas menyajikan laporan keuangan.
Advertisement
[nextpage]
Lebih jauh dari itu, akuntan dapat menginterpretasikan dari angka dalam laporan keuangan, mengajukan solusi atas permasalahan dalam bidang keuangan bagi para klien, maupun interaksi yang humanis antara akuntan dan klien berupa komunikasi yang lancar dan adaptasi yang cepat terhadap kultur bisnis klien.
Di Indonesia, banyak pekerja memandang skeptis terhadap adopsi AI di Indonesia. Studi yang dilakukan Microsoft dan IDC Asia/Pasifik terkait adopsi AI di kawasan Asia Pasifik dengan melakukan survei kepada 112 pemimpin bisnis dan 101 karyawan di Indonesia pada 2019 menyimpulkan bahwa terlepas dari potensi ekonomi yang mampu diraih Indonesia, hanya 14% dari organisasi yang telah benar-benar mengimplementasikan AI.
Rendahnya angka itu, menurut hasil penelitian tersebut, disebabkan oleh adanya perbedaan pandangan antara pemimpin dan karyawan mengenai AI, di mana masih dipengaruhi oleh skeptisme dari para pekerja di Indonesia.
Lebih lanjut, Haris Izmee, Presiden Direktur Microsoft Indonesia, pada acara media briefing yang diadakan pada Selasa, 12 Maret, lalu menyatakan bahwa AI akan menciptakan pekerjaan-pekerjaan baru untuk manusia, yang bahkan saat ini belum tersedia.
Adanya pekerjaan-pekerjaan baru itu turut didampingi oleh transformasi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dalam lingkungan kerja berbasis, baik di bidang keterampilan teknis seperti pemrograman dan soft skills seperti keterampilan untuk beradaptasi dan belajar serta rancangan teknologi (technology design).
Advertisement
[nextpage]
Tingginya permintaan terhadap keterampilan soft skills menandakan teknologi berbasis AI masih membutuhkan peran manusia, bukan menggantikan manusia.
Hal yang lebih penting dan perlu diperhatikan oleh akuntan milenial adalah inovasi sebagai akuntan. Jika tanpa inovasi, maka benar bahwa masa depan akuntan dapat dikatakan akan berakhir.
Berbagai kajian terhadap perkembangan pencatatan dalam akuntansi yang belum sepenuhnya melihat faktor modal intelektual menjadi permasalahan tersendiri pada dunia bisnis.
Beralihnya kepercayaan pengguna laporan keuangan yang semula menganggap laporan keuangan sebagai sumber informasi yang relevan untuk menunjang ketepatan keputusan bisnis menjadi tidak diperlukan lagi.
Oleh karena itu, akuntan milenial perlu mengembangkan diri, mengikuti sertifikasi profesi akuntansi, dan mengikuti kajian-kajian ilmiah tentang keilmuan akuntansi. Juga, sadar teknologi sehingga tidak lagi mengganggap AI sebagai ancaman, tapi justru menjadi sebuah peluang.●