Connect with us

Lifestyle

Wisatawan Milenial di Asia Pasifik Ingin Hal-Hal Baru

Jakarta, TechnoBusiness ID ● Saat ini masanya generasi milenial. Pada 2020, lebih dari 45% populasi di Asia Pasifik merupakan kaum milenial.

Published

on

Jakarta, TechnoBusiness ID ● Saat ini masanya generasi milenial. Populasi yang masuk dalam kategori itu jumlahnya kian banyak. Pada 2020, misalnya, lebih dari 45% populasi di Asia Pasifik merupakan kaum milenial. Dan, lebih dari 60% kaum milenial diharapkan hidup di Asia.

Generasi milenial, yang didominasi oleh orang-orang yang berumur 18-35 tahun, memiliki karakter yang berbeda untuk beberapa hal dibanding generasi-generasi sebelumnya. “Generasi milenial sungguh generasi yang menarik. Mereka bertumbuh dengan internet dan teknologi merupakan hal yang sangat biasa bagi mereka,” kata Andy Yeow, General Manager Amadeus Indonesia.

Baca Juga: Dahsyat! Apple Jadi Perusahaan US$1 Triliun

Advertisement

Mereka memiliki keterbukaan terhadap pengalaman-pengalaman baru dan ingin mendobrak status quo. Dalam “Journey of Me Insights: What Asia Pacific Millenial Travelers Want” yang keluarkan Amadeus IT Group SA (AMS.MC), penyedia solusi teknologi bagi industri perjalanan global yang berbasis di Real Madrid, Spanyol, bersama YouGov, terungkap mereka menginginkan pengalaman yang berbeda, termasuk ketika melakukan perjalanan wisata.

Ada tiga hal yang menjadi ciri kaum milenial dalam melakukan perjalanan wisata:

1. Merangkul yang Baru

Generasi milenial lebih suka merangkul teknologi, pengalaman, dan cara perjalanan yang baru. Sebanyak 42% kaum milenial mengatakan mereka biasanya menggunakan aplikasi ride-sharing ketika melakukan perjalanan, 35% menggunakan layanan sharing economy untuk akomodasi.

Dalam riset yang melibatkan 6.870 respondens, 40% di antaranya kaum milenial, di 14 negara Asia Pasifik, diketahui bahwa kaum milenial India lebih banyak menganut sharing economy ketimbang negara-negara lain. Sebanyak 75% di antara mereka menggunakan aplikasi ride-sharing dan 55% menggunakan aplikasi home-sharing.

Advertisement

Sementara itu, milenial Jepang tercatat yang paling sedikit menggunakan layanan-layanan tersebut. Lebih dari 90% dari mereka tidak pernah menggunakannya. Padahal, yang menjadi alasan utama bagi kaum milenial dalam memanfaatkan ride-sharing dan sharing economy adalah menghemat biaya (42%).

Alasan berikutnya, yaitu dianggap lebih nyaman, seperti diungkapkan kaum milenial Indonesia (35%), dan memberikan pengalaman baru (30%) bagi mereka. Jika 31% milenial di Asia Pasifik memilih menerima informasi perjalanan lewat e-mail, di Indonesia hanya 19%. Kaum milenial Tanah Air lebih menyukai informasi melalui media sosial (34%), saluran yang di seluruh kawasan regional hanya diminati 23%.

2. Manusia di Atas Merek

Jika generasi X lebih bisa dipengaruhi oleh influencer, generasi milenial tidak. Dalam memilih destinasi perjalanan, ternyata kaum milenial Indonesia lebih menerima rekomendasi keluarga dan teman, diikuti situs-situs booking online, dan kanal-kanal media sosial, ketimbang selebriti dan influencer. Selebriti dan influencer malah diposisikan paling bawah oleh kaum milenial dalam memilih perjalanan, sebuah hasil riset yang cukup mengejutkan.

Baca Juga: Bali Jadi Destinasi Wisata Luar Biasa Dunia 2018

Advertisement

3. Waspada atau Berani?

Generasi milenial dikenal lebih berani, tapi untuk bagian tertentu sebaliknya. Milenial tidak terlalu mempermasalahkan destinasi-destinasi yang menjadi tempat serangan teror, demonstrasi, dan bencana alam. Tapi, 59% generasi baby boomer cenderung menghindari.

Selain itu, milenial lebih tertutup dalam hal berbagi informasi perjalanan ketimbang wisatawan gen X, dan cenderung memilih penawaran yang relevan. Sebanyak 68% generasi baby boomer dan 66% generasi X terbuka untuk berbagi informasi, hanya 62% generasi milenial di Asia Pasifik yang berpendapat serupa.

“Meskipun riset ini menyoroti berbagai perilaku dan preferensi unik wisatawan milenial Asia Pasifik, penting juga untuk menunjukkan bahwa terdapat banyak kemiripan antara milenial dengan generasi-generasi sebelumnya,” kata Yeow.

Bagi milenial, lanjut Yeow, personalisasi menjadi semakin penting, menjadi sesuatu yang nyata adalah kunci, dan wisatawan ingin terhubung dengan konten yang tepat, melalui kanal yang tepat, dan pada waktu yang tepat pula. Oleh karena itu, “Industri perjalanan hanya bisa berhasil jika kita menempatkan wisatawan sebagai pusat dari semua hal yang kita lakukan,” ujarnya.

Advertisement

Menanggapi temuan Amadeus itu, Deputy Group CEO Spire Research and Consulting Jeffrey Bahar mengatakan generasi milenial berperilaku yang cenderung berbeda untuk beberapa hal, termasuk dalam pola melakukan perjalanan wisata, dibanding generasi-generasi sebelumnya karena juga dipengaruhi oleh kemajuan teknologi.

“Teknologi yang semakin canggih akan membuka ruang bagi siapa pun untuk melakukan apa pun, termasuk mencari informasi mengenai pusat-pusat destinasi wisata yang menarik berikut cara mencapainya. Generasi yang mudah mengakomodasi teknologi jelas generasi milenial,” kata Jeffrey kepada TechnoBusiness ID di Jakarta, Selasa (7/8).

Baca Juga: Airbnb Menuju 1 Miliar Tamu per Tahun pada 2028

Oleh karena itu, aplikasi-aplikasi pendukung perjalanan wisata, begitu juga ride-sharing dan economy sharing, yang lebih informatif dan personal menjadi pilihan utama bagi generasi milenial. “Dengan demikian, biaya yang dikeluarkan menjadi lebih murah, karena generasi saat ini lebih menyukai pengeluaran yang relevan,”lanjut Jeffrey.

Hadirnya generasi milenial dengan segala karakteristiknya itulah yang melatarbelakangi Brian Chesky dan Joe Gebbia menawarkan tiga airbed di apartemen mereka di San Francisco, California, Amerika Serikat, pada 2008, sebuah bisnis yang kemudian dikenal dengan sebutan Airbnb.

Advertisement

Seperti diberitakan TechnoBusiness pada akhir Maret lalu, setelah 10 tahun berjalan, Airbnb menjelma menjadi platform akomodasi terbesar di dunia. Perusahaan tersebut memiliki jaringan 4,5 juta tempat tinggal di 81.000 kota. Para pelancong yang menggunakan jasanya sudah mencapai 300 juta kali senilai US$41 miliar.

Chesky, co-founder yang menjadi Head of Community Airbnb, mengungkapkan bahwa ia dan Gebbia tidak pernah memimpikan usahanya akan berkembang seperti sekarang. Apalagi, banyak orang berpikir orang asing menginap di rumah orang asing lainnya merupakan hal gila.

Baca Juga: Xiaoxhu.com, Kompetitor Tangguh Airbnb di China

“Namun, saat ini jutaan orang melakukan hal itu setiap harinya,” kata Chesky kala itu. Untuk itu, dalam 10 tahun ke depan, Airbnb akan memperluas komunitasnya yang terbentuk menjadi 1 miliar pengguna jasa platform akomodasinya per tahun. Target itu masuk dalam roadmap Airbnb untuk 10 tahun berikutnya.

Di China, pasar house sharing semacam itu juga tumbuh pesat. Menurut State Information Center setempat, pasar house sharing di Negeri Tirai Bambu pada 2017 tumbuh 70,6%. Penyedia layanan yang mendominasi secara kuat di pasar tersebut adalah Xiaozhu.com, platform akomodasi lokal yang berdiri pada November 2012.

Advertisement

Saat ini, Xiaozhu telah memiliki cabang di 13 kota dengan cakupan hingga 130 pasar di seluruh China. Kemampuan layanan offlineyang kuat menjadi daya saing Xiaozhu dibanding rival globalnya, Airbnb.

Langkah itu terus berjalan, “Sembari menembus cepat ke berbagai kota sekunder dan pedesaan,” ujar Chen Chi, co-founder dan CEO Xiaozhu, saat menjadi pembicara dalam ajang 2018 Boao Forum for Asia di Boao, China, 10-11 April lalu.

Xiaozhu telah berhasil mengumpulkan pendanaan sebanyak enam kali senilai total US$271,6 juta. Pendanaan terbaru dipimpin oleh Yunfeng Capital pada 1 November 2017 sebesar US$120 juta.

Baca Juga: Tripal.co, Aplikasi Travel Kekinian yang Berpotensi Menjadi Pengungkit Ekonomi Masyarakat Lokal 

Jika di Amerika ada Airbnb, di China ada Xiaozhu, di Indonesia ada Tripal.co.Tripal, yang didirikan oleh Kevin Wu pada Mei 2017, menawarkan pengalaman pariwisata yang personal, fleksibel, otentik, dengan memanfaatkan masyarakat lokal. Dengan konsep seperti itu, tentu yang disasar adalah generasi milenial.

Advertisement

Kevin menyadari pola perjalanan wisata antara kaum milenial dengan generasi sebelumnya berbeda. “Jika generasi sebelumnya lebih menyukai jalan-jalan secara berkelompok, ramai-ramai, sedangkan generasi milenial lebih suka dengan 2-4 orang dengan waktu dan tujuan yang fleksibel,” katanya saat peluncuran di Jakarta pada Mei 2017.

Tidak hanya itu, Tripal juga memberikan penghasilan atas jasa pemandu kepada masyarakat setempat. Pemandu yang dimaksud bisa siapa saja yang menawarkan jasanya lewat platform tersebut.

“Mereka justru akan mendapatkan bayaran dari jasanya menjadi teman lokal bagi turis, penyewaan kendaraan, dan penyewaan kamar atau rumah mereka sebagai homestay,” jelas Kevin.●

—Intan Wulandari, TechnoBusiness ID ● Foto:  Tripal.co

Advertisement