Connect with us

Finance

Permainan Cantik Visa Menghadapi Gempuran “Fintech”

Published

on

Alih-alih melawan gempuran fintech yang masif, Visa merangkul startup dengan meluncurkan Visa Everywhere Initiative.

Jakarta, TechnoBusiness ID ● Tak dimungkiri, teknologi telah mengubah banyak hal, termasuk dunia finansial. Jika sebelumnya masyarakat hanya disuguhi lembaga perbankan, atau koperasi dengan skala yang lebih kecil, untuk melakukan transaksi dan simpan pinjam, kini ada financial technology (fintech).

Kehadiran fintech bak jamur di musim hujan: tumbuh bermekaran. Dilihat dari jumlah anggota Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) saja berlipat ganda dari hanya 6 fintech pada 2016 menjadi 178 fintech pada 2018.

Riko Abdurrahman, Presiden Direktur PT Visa Worldwide Indonesia

Nilai pembiayaan yang dikucurkan oleh fintech peer-to-peer lending dalam satu tahun 2018, menurut Aftech, tercatat sebesar Rp22,6 triliun. Nilai transaksi yang tercipta melalui fintech pembayaran dua kali lipatnya, yakni mencapai Rp47 triliun.

Itu hanya transaksi yang ketahuan. Padahal, entitas fintech yang resmi hanyalah sedikit dari yang beroperasi saat ini. Buktinya, Rabu (3/7) pekan lalu, Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi (Satgas Waspada Investasi) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan telah menemukan 140 entitas fintech peer-to-peer lending tanpa izin.

Advertisement

Selama 2018, Satgas Waspada Investasi OJK menemukan 404 entitas dan pada 2019 sebanyak 683 entitas fintech peer-to-peer tanpa izin. “Secara total, saat ini yang telah ditangani sebanyak 1.087 entitas,” ungkap Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tongam L. Tobing.

Karena menawarkan kecepatan dan kemudahan dalam proses transaksi, pinjam-meminjam, dan investasi berkat kecanggihan teknologi, juga keuntungan yang besar bagi pelaku industri, fintech diyakini bakal terus tumbuh subur.

Harus diakui, “invasi” aplikasi-aplikasi fintech yang begitu masif belakangan ini telah membuat gundah para pelaku industri perbankan dan keuangan global, tak terkecuali di Tanah Air. Betapa tidak, bisnis mereka ada yang nyaris tak tumbuh. Kartu kredit, misalnya.

[nextpage title=”Nyaris Tak Tumbuh”]

Berdasarkan data Bank Indonesia, jumlah kartu kredit yang beredar di Indonesia pada 2018 tercatat sebanyak 17,28 juta, hanya naik 0,2% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan itu bukan tak mungkin akan terus terjadi pada tahun ini dan tahun-tahun mendatang.

Advertisement

Melonjaknya bisnis fintech dan melambatnya pertumbuhan kartu kredit yang beredar di Tanah Air menjadi perhatian serius lembaga-lembaga perbankan dan keuangan. Sebab, saat angka pembayaran, pinjaman, dan investasi naik signifikan, mereka justru tak menikmati.

Visa, Inc. (NYSE: V), raksasa veteran pembayaran digital global asal Foster City, California, Amerika Serikat, yang berdiri pada 1958, menyadari hal itu. Karena itu, sejak 2015 Visa mengemas strategi baru demi menghadapi gempuran perusahaan-perusahaan fintech yang boleh dibilang “ajaib”.

Peluncuran Program Visa Everywhere Initiative di Jakarta, Rabu (3/7).

Alih-alih melawan fintech, Visa malah merangkulnya dengan meluncurkan program Visa Everywhere Initiative. Dimulai dari kantor pusatnya di California, Visa Everywhere Initiative kini telah diluncurkan di 75 negara di Amerika Utara, Amerika Latin, Eropa, Asia, Timur Tengah, dan Afrika.

PT Visa Worldwide Indonesia, perwakilan Visa di Indonesia, meluncurkannya di Jakarta pada Rabu (3/7) pekan lalu. Riko Abdurrahman, Presiden Direktur Visa Worldwide Indonesia, saat peluncuran menjelaskan bahwa Visa Everywhere Initiative merupakan program inovasi global yang merangkul startup untuk mengatasi tantangan perdagangan, mengembangkan produk, dan menawarkan solusi yang mendukung jaringan mitra Visa yang luas.

Di dunia, sudah ada 4.000 startup yang terlibat dalam program tersebut dengan total pendanaan kolektif sebesar US$2,5 miliar. Dan, “Kami meyakini saat ini waktu yang tepat untuk meluncurkan Visa Everywhere Initiative di Indonesia,” lanjut Riko. Startup-startup, bahkan baru berbentuk konsep sekalipun, dipersilakan mengikutinya. Visa menawarkan hadiah utama senilai Rp350 juta dan hadiah favorit Rp75 juta.

[nextpage title=”Memilih Merangkul Lawan”]

Advertisement

Kompetisi dimulai sejak diluncurkan dan peserta yang lolos diwajibkan mempresentasikan ide di hadapan panel juri di Bali pada 12 September mendatang. Ada tiga tantangan yang mesti dipilih dan diajukan peserta: pertama, menciptakan solusi untuk memperluas layanan finansial bagi konsumen yang belum memiliki akses ke perbankan dan merchant di Indonesia.

Kedua, mengembangkan layanan remitansi lintas negara yang dapat memudahkan masyarakat Indonesia. Ketiga, membantu sistem pembayaran para pelaku usaha, baik domestik maupun internasional. Untuk diketahui, jaringan pemrosesan pembayaran VisaNet milik Visa sendiri kini mampu melayani lebih dari 65.000 pesan transaksi per detik.

Strategi Visa dalam merespons perkembangan dunia finansial yang sudah jauh berubah itu dianggap sebagai “strategi yang cantik”. Menurut Jeffrey Bahar, Group Deputy CEO Spire Research and Consulting, perusahaan riset dan konsultasi bisnis global yang berbasis di Tokyo, Jepang, strategi Visa menjadi “teman startup” tentu lebih efektif ketimbang melawannya.

Jeffrey Bahar, Group Deputy CEO Spire Research and Consulting

“Tidak tumbuhnya jumlah kartu kredit yang beredar di Tanah Air juga bakal memengaruhi bisnis Visa sebagai perusahaan pembayaran digital. Sebab, setiap kartu kredit yang beredar pasti melibatkan Visa, atau rivalnya, Mastercard. Memang pemerintah memperkenalkan GPN [Gerbang Pembayaran Nasional] tapi jumlah penggunanya masih kecil,” kata Jeffrey.

“Melawan” stagnasi dengan menggandeng “sang lawan” (baca: startup) demi tetap turut menikmati pertumbuhan transaksi pasar merupakan langkah yang bagus. Apalagi, ujar Jeffrey kepada TechnoBusiness Indonesia, setiap transaksi yang tercipta berbuah profit bagi Visa—untuk kartu kredit yang menggunakan sistem pembayaran Visa.

Lagi pula, Indonesia pasar yang besar tapi memiliki persentase pengguna kartu kredit yang kecil. Itu sebabnya, layanan fintech tumbuh begitu cepat, bertolak belakangan dengan industri kartu kredit, sekalipun bunganya lebih besar.

Advertisement

“Jadi, merangkul startup fintech menjadi jalan terbaik untuk meraih konsistensi pertumbuhan di masa depan bagi Visa. Semakin banyak startup yang dirangkul semakin baik. Toh, hitung-hitung ikut menyukseskan Gerakan Nasional Non Tunai yang dicanangkan pemerintah,” jelas Jeffrey. ●

—Purjono Agus Suhendro, TechnoBusiness ID ● Foto: TechnoBusiness ID

 

Advertisement