TechnoBusiness Insights
45% Pemanufaktur di Asia Pasifik Sulit Ungguli Pesaingnya
Pemanufaktur di Asia Pasifik kesulitan untuk mengungguli pesaingnya karena banyak faktor.
Pemanufaktur di Asia Pasifik kesulitan untuk mengungguli pesaingnya karena banyak faktor.
Published
2 years agoon
Singapura, TechnoBusiness Insights SG ● Rockwell Automation, Inc. (NYSE: ROK), perusahaan teknologi otomatisasi dan transformasi digital global asal Milwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat, menemukan banyak faktor yang menyebabkan hampir sebagian (45%) pemanufaktur di Asia Pasifik kesulitan mengungguli para pesaingnya.
Temuan dari riset tahunan ke delapan yang melibatkan sekitar 1.350 pemanufaktur di 13 negara terbesar dalam industri manufaktur di Asia Pasifik, termasuk Australia, China, India, Jepang, dan Korea, itu dituangkan dalam laporan berjudul State of Smart Manufacturing Report dan dirilis baru-baru ini.
Baca Juga: Alibaba Cloud: 4 dari 5 Bisnis di Asia Migrasi ke Cloud Tahun Ini
Dalam laporan itu terungkap bahwa “menyeimbangkan kualitas dan pertumbuhan” serta “memonitor atau mengukur praktik keberlanjutan” merupakan kendala internal terbesar bagi pelaku manufaktur di kawasan Asia Pasifik tahun ini. Pada 2022, kendala terbesarnya terletak pada implementasi atau integrasi teknologi baru.
Secara global, jumlah pemanufaktur yang menilai organisasi di Asia Pasifik kurang memiliki teknologi penting untuk mengungguli pesaing bertambah dua kali lipat dibanding tahun lalu. Lalu, 4 dari 5 pemanufaktur belum memiliki solusi perencanaan rantai pasokan yang memadai.
Hampir separuh (44%) pemanufakturnya berencana mengadopsi smart manufacturing hingga tahun depan: 80% pelaku manufaktur di China, 60% di Australia, dan 59% di India sudah menggunakan beberapa komponen tersebut.
THE BEST ADVICE
Kemudian kendala terbesar dalam mengadopsi smart manufacturing bersumber dari keengganan tenaga kerja mengadopsi teknologi dan perubahan, kurangnya keahlian mengimplementasikan, serta ketidakjelasan definisi tentang return on investment (ROI)-nya.
Responden berpendapat bahwa sistem manajemen mutu (quality management system) merupakan sistem smart manufacturing yang memiliki ROI terbesar, disusul manufacturing execution system (MES) dan enterprise resource planning (ERP).
Kendala terbesar pemanufaktur dalam mengadopsi smart manufacturing bersumber dari keengganan tenaga kerja mengadopsi teknologi.
Risiko terhadap ancaman keamanan siber dianggap sebagai kendala terbesar yang ingin memitigasi lewat inisiatif smart manufacturing. Sebanyak 88% pemanufaktur di Asia Pasifik berencana mempertahankan atau menambah jumlah tenaga kerja setelah mengadopsi teknologi.
Baca Juga: Salah Prediksi Angka Pasar Smartphone Indonesia
Di sisi lain, 39% responden menilai pihaknya akan mampu menata ulang tenaga kerja yang ada di tengah pesatnya penggunaan teknologi. Di antara 94% pemanufaktur di Asia Pasifik yang telah memiliki kebijakan environmental serta social and governance, hampir setengahnya (48%) menilai daya saing sebagai faktor utama di balik inisiatif ESG.
“Pemanufaktur terus mencari peluang untuk mewujudkan pertumbuhan yang menguntungkan. Namun, pemanufaktur juga menyadari faktor ketenagakerjaan yang tidak menentu berdampak pada kualitas dan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang terus berkembang,” kata Veena Lakkundi, SVP of Strategy and Corporate Development Rockwell Automation.●
Teks: TechnoBusiness Insights SG
Data: Rockwell Automation, Maret 2023
Foto: Pixabay
Soltius Indonesia Jalin Kemitraan dengan Bhumi Varta Technology
Jumlah Pengguna Bybit Naik Jadi 50 Juta dalam 40 Hari
Multipolar Technology Tawarkan Tiga Solusi Andal untuk Memodernisasi Teknologi Perusahaan
KPMG Investasi Hingga US$100 Juta di Google Cloud Alliance
Pullman Hotels & Resorts Reveals “The Transforming Room” Concept
Y&S Insights: Komparasi Implementasi 5G di Indonesia dan Negara-Negara Lain
Infor Positioned as a Leader in the 2024 Gartner Magic Quadrant for Cloud ERP
Pemasaran Aplikasi Seluler di Asia Tenggara Cukup Potensial
Inilah Daftar Pemenang Smarties Indonesia Awards 2024