Connect with us

Automotive

Tingkat Kecurangan di Industri Ride-Hailing Tinggi?

Published

on

Jakarta, TechnoBusiness ID · Pertumbuhan pasar di industri ride-hailing Tanah Air, yang didorong oleh duo raksasa Go-Jek dan Grab, memang patut diacungi jempol.

Namun, tahukah Anda bahwa di balik pertumbuhan yang signifikan itu terjadi beragam tindak kecurangan (fraud)? Sepertinya sudah bukan rahasia umum.

Baca Juga: 23 Unicorn “On-Demands” Bervaluasi US$203 Miliar

Modusnya, menurut penelitian perusahaan riset Spire Research and Consulting, bermacam-macam. Pertama, misalnya, pengemudi menggunakan Fake GPS.

Advertisement

“Mitra menggunakan aplikasi tambahan untuk mengelabui sistem,” kata Jeffrey Bahar, Group Deputy CEO Spire Research and Consulting, dalam konferensi persnya di Jakarta, Rabu (30/1).

Dengan aplikasi itu, mitra dapat menentukan lokasi mereka di aplikasi, walau sebenarnya mereka tidak berada di lokasi tersebut.

Kedua, Mod Apps. Mod Apps adalah aplikasi tambahan yang telah dimodifikasi dengan sebuah fitur demi mempermudah mitra mendapatkan order.

Ketiga, order fiktif. Mitra pengemudi menggunakan aplikasi tambahan untuk melakukan pemesanan fiktif yang sebenarnya tidak ada.

Baca Juga: Caplok Uber, Grab Jadi Mobile Platform O2O Terbesar di Asia Tenggara

Advertisement

Keempat, pengemudi prioritas. Mitra mendaftarkan diri ke pihak ketiga yang nantinya akan mengatur aplikasi milik mitra untuk menjadi pengemudi prioritas sehingga lebih mudah mendapatkan order.

Kelima, penggelembungan tarif. Mitra pengemudi melakukan penggelembungan harga (mark up) terhadap tagihan yang diberikan di aplikasi untuk makanan, bahan makanan, dan lain-lain.

Mod Apps adalah aplikasi tambahan yang telah dimodifikasi demi mempermudah mitra mendapatkan order.

Berdasarkan penelitian Spire Research and Consulting selama September-Desember 2018 di Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bandung, disimpulkan bahwa tindak kecurangan di Go-Jek mencapai sekitar 30%, sedangkan Grab kurang dari 5%.

Beberapa mitra pengemudi, seperti diceritakan oleh Andhika Irawan Saputra, konsultan Spire Research and Consulting, memiliki dua akun sekaligus, baik Go-Jek maupun Grab.

Baca Juga: Uber pun Akhirnya Menyerah dari Pasar Asia

“Menurut dia, sistem Go-Jek lebih mudah untuk diakali karena sudah banyak aplikasi yang tersedia untuk mengakalinya,” ungkap Andhika menirukan pengakuan seorang mitra di Medan.

Advertisement

Dalam hal ini, Grab lebih cepat mengantisipasi. “Kawan saya dulunya mitra Grab. Begitu melakukan kecurangan, langsung terdeteksi oleh sistem,” lanjut Andhika mencontohkan kasus-kasus yang terjadi.

Temuan Spire Research and Consulting itu sebetulnya bukan yang pertama. Juni lalu, Insitute for Development of Economics and Finance (INDEF)juga memaparkan indikasi serupa.

Lembaga penelitian itu mengungkapkan bahwa order fiktif, salah satu praktik kecurangan yang disebutkan Spire Research, memang banyak terjadi.

Baca Juga: Go-Food Jadi Raja Deliveri Makanan Asia

Sebanyak 61% mitra pengemudi menyatakan tahu rekannya melakukan order fiktif, ungkap INDEF.

Advertisement

Walau begitu, tentu Go-Jek dan Grab tidak tinggal diam. Keduanya diyakini terus memperbaiki dan memperkuat sistem yang dimiliki.

“Sistem kami sudah lebih baik dalam mengindentifikasi dan menangani order fiktif,” kata Nila Marlita, Director Corporate Affairs Go-Jek, seperti dikutip Sindonews.com, Juni lalu.

Grab tidak mau kalah. Perusahaan tersebut malah diperkuat dengan teknologi yang dimiliki Uber, sang rival asal Amerika Serikat yang diakuisisinya pada Maret lalu.·

—Rudi P., TechnoBusiness ID · Foto: TechnoBusiness ID

 

Advertisement