Startups
“Ekonomi Startup Termasuk Skema Ponzi!”
Published
6 years agoon
San Francisco, TechnoBusiness ● Perusahaan rintisan (startup) ramai-ramai menarik dana investor sebanyak dan sebesar mungkin. Perusahaan-perusahaan itu pun memiliki tahapan dan skala pendanaan, mulai dari pre-seed, seed, seri A-E, hingga unicorn, bahkan decacorn.
Masalahnya, pendanaan demi pendanaan yang diperoleh startup cenderung berdalih pada potensi pasar, alih-alih melihat nilai transaksi yang sudah terjadi. Sehingga, kebanyakan startup justru hidupnya dari kucuran investasi baru, bukan dari keuntungan penjualan.
Baca Juga: Inilah 13 Penyebab Utama Kegagalan Startup
Pola semacam itu dinilai berbahaya dan mengarah pada Skema Ponzi (Ponzi Scheme), skema investasi yang membayarkan keuntungan kepada investor menggunakan sebagian uang investor itu sendiri atau dari investor berikutnya.
Pandangan itu diungkapkan oleh Chamath Palihapitiya, seorang investor teknologi dari Silicon Valley, saat menjadi pembicara dalam acara “Launch Scale Conference” di San Francisco, Rabu (10/10).
Palihapitiya menilai pengumpulan dana lalu menghabiskannya untuk meningkatkan pertumbuhan pengguna dan menarik pendanaan yang lebih besar merupakan cara yang buruk.
“Semuanya ada di atas kertas, tapi kelihatan luar biasa,” kata Palihapitiya seperti kutip oleh CNBC. “Saya tidak akan menjadi bagian dari sandiwara itu lagi. Saya rasa sandiwara itu berbahaya.”
Baca Juga: Enam Kemajuan Grap Pasca Kolaborasi dengan Microsoft
Sebagai investor, Palihapitiya hadir dengan pandangan yang berbeda dari jutaan investor startup di seluruh dunia. Lahir di Sri Lanka pada 1976 dan besar di Kanada, kini Palihapitiya tercatat sebagai venture capitalist dan CEO dari Social Capital.
Selain itu, ia juga pemilik Golden State Warriors, klub basket profesional asal Oakland, California. Pria yang memiliki kekayaan US$1,2 miliar itu juga pernah menjadi eksekutif senior di Facebook Inc (Nasdaq: FB) antara 2007-2011.
Menurut Palihapitiya, perusahaan yang berlandaskan pertumbuhan nyata dan stabil secara jangka panjang lebih baik daripada tiba-tiba muncul tetapi tidak berkelanjutan.●
—Philips C. Rubin, TechnoBusiness ● Foto: Dok. Chamath Palihapitiya
You may like
-
Pemerintah Bentuk Yayasan NextICorn. Apa Fungsinya?
-
Mengapa Industri Startup Australia Tak Seagresif di Indonesia?
-
Kini, Ada 310 “Startup” yang Masuk Kategori Unicorn
-
Inilah 13 Penyebab Utama Kegagalan Startup
-
Zahir Alokasikan Rp100 Miliar untuk Fintech Syariah
-
7 Startup Pengguna AI Berbasis Blockchain
-
Alasan Telkomsel Hadirkan Perpustakaan Digital
-
Skyegrid, Platform Game Streaming Android Pertama
-
Helicap Raih Pendanaan Awal US$1,5 Juta