Startups
Mengapa Industri Startup Australia Tak Seagresif di Indonesia?
Ada beberapa faktor yang menyebabkan industri startup Indonesia lebih agresif dibanding di Australia.
Jakarta, TechnoBusiness ID ● Pertumbuhan industri startup di Indonesia jauh lebih agresif dibanding di Australia. Apa sebabnya?
Menurut Hengki Widjaja, startup mentor and partner untuk SnapCard Australia, pengembang kartu nama unik berbasis Augmented Reality (AR), ada beberapa penyebab.
TechnoBusiness TV: Hengki Widjaja Bercerita Tentang Pilihan Sulit dalam Kariernya
Pertama, orang Asia, khususnya Indonesia, lebih berani mengambil risiko dibanding orang Australia yang cenderung konservatif.
Kedua, karena budaya dan biaya. “Untuk memulai startup di sini [Australia] biayanya cukup tinggi. Jadi, kalau enggak jalan, biaya yang dikeluarkan lebih besar,” kata Hengki.
Sedangkan di Indonesia, secara umum biayanya lebih rendah sehingga “napasnya” bisa panjang. Biaya yang dimaksud Hengki di antaranya sewa tempat, izin pendirian usaha, jasa pemasaran, gaji karyawan, dan lain-lain.
Baca Juga: Pavel Ilii, Imigran yang Sukses Membangun IPWebMedia dengan US$300
Ia mencontohkan, seorang junior programmer lulusan perguruan tinggi di Indonesia bergaji hanya sekitar Rp120 juta, sedangkan di Australia sekitar AU$50-60.000 (Rp500-600 juta) per tahun.
Jadi, untuk bertahan, model bisnis startup Australia harus stack up. Sementara “Orang Asia lebih oke [menganggap biasa] kalau tidak jalan,” lanjut Hengki.
Ketiga, populasi Indonesia jauh lebih besar. Dengan penduduk 265 juta jiwa, kata Hengki, startup Indonesia menggarap pasar lokal saja sudah bisa hidup.
Baca Juga: Cerita Heroik Priyam Sengupta Berbuah Aplikasi Donor Darah Bloodmates
Kalau mengandalkan pasar dalam negeri saja, startup Australia sulit berkembang karena populasinya hanya 25 juta jiwa, tidak sampai 10%-nya penduduk Indonesia.
Akan tetapi, “Positifnya, startup-startup asal Australia lebih tahan banting, setidaknya dari sisi model bisnisnya,” jelas Hengki ketika dihubungi TechnoBusiness Indonesia belum lama ini.●
—Purjono Agus Suhendro, TechnoBusiness ID ● Foto: TechnoBusiness ID