Connect with us

TechnoBusiness Insights

Manufaktur di Asia Paling Banyak Alami Serangan Siber

Manufaktur di Asia menjadi sasaran empuk serangan siber mengalahkan industri perbankan dan keuangan.

Published

on

Jakarta, TechnoBusiness Insights ID IBM (NYSE: IBM), produsen perangkat keras dan lunak komputer global yang berpusat di Armonk, New York, pada Rabu (8/3) merilis studi tahunan X-Force Threat Intelligence Index. 

Dalam laporan itu disebutkan industri di Asia menjadi sasaran serangan siber paling banyak di dunia selama 2021. Phising menjadi serangan siber paling umum, dan ada kenaikan serangan siber 33% yang disebabkan oleh kerentanan perangkat lunak.

Baca Juga: Pasar Perangkat Pembayaran Wearable Global Bernilai US$171 Miliar

Para pelaku serangan ransomware berusaha menyerang rantai pasokan manufaktur global (meningkat 23%), menggeser posisi pertama yang selama ini selalu ditempati oleh industri perbankan dan keuangan.

Advertisement

Menurut laporan dari IBM tersebut, itu menandakan bahwa sasaran serangan siber sudah bergeser dengan tuntutan yang juga berubah. Tren yang berkembang saat ini, pelaku serangan siber berharap uang tebusan. 

Pelaku serangan siber terhadap manufaktur menekan korbannya dengan meminta uang tebusan.

Jadi, manufaktur diserang dengan harapan rantai pasokan di hilir menekan perusahaan untuk membayar uang tebusan kepada pelaku serangan siber. Sebanyak 47% serangan siber terhadap manufaktur disebabkan oleh unpatched software.

Pemanufaktur harus menyadari bahwa komplotan pelaku serangan siber tidak pernah menyerah dengan durasi kemunculannya selama 17 bulan sebelum dihentikan dan lahir yang baru. 

Baca Juga: 10 Perusahaan Teknologi di Indonesia dengan Pertumbuhan Karyawan Tercepat

IBM mengungkapkan banyaknya unpatched software mengakibatkan 50% serangan siber menyasar manufaktur di Asia, Eropa, serta Timur Tengah dan Afrika. Lalu, pejahat juga menaruh pijakan awal serangan melalui cloud.

Advertisement

“Penjahat siber umumnya menginginkan uang. Dengan ransomware, kini mereka mengejar pengaruh,” kata Charles Henderson, Head of X-Force. “Bisnis harus menyadari kerentanan itu.” 

Teks: TechnoBusiness Insights 

Data: IBM, Maret 2022 

Foto: Pixabay

Advertisement