Published
6 years agoon
Jakarta, Wisconsin, dan California, TechnoBusiness ● Ketika membuka “Indonesia Industrial Summit 2018” di Jakarta Convention Center awal April 2018, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa Revolusi Industri 4.0 akan membawa dampak yang begitu besar terhadap dunia usaha.
Bahkan, mengutip hasil penelitian lembaga survei internasional McKinsey Global Institute pada 2015, Jokowi, demikian ia biasa disapa, menyebutkan dampak dari Revolusi Industri 4.0 bisa 3.000 kali lipat dibanding Revolusi Industri 1.0 pada abad ke-19.
Baca Juga: Tantangan Penerapan Industri 4.0 di Indonesia
Angka itu didapat dari, “Dampak perubahan yang 10 kali lipat lebih cepat dan 300 kali lebih luas,” ungkap Presiden Jokowi. Pada era ini, membuat gedung bisa menggunakan teknologi 3D printing, naik mobil tanpa disopiri, dan lain sebagainya. “Saya mempercayai itu.”
Tapi, Jokowi tidak percaya jika Revolusi Industri 4.0 bakal menghilangkan hingga 800 juta tenaga di seluruh dunia dalam 12 tahun ke depan—yang juga menurut perkiraan McKinsey yang dirilis pada November 2017.
Revolusi Industri 4.0 bakal menghilangkan hingga 800 juta tenaga di seluruh dunia.
McKinsey Global Institute
Berbeda dengan McKinsey, Jokowi justru percaya bahwa Revolusi Industri 4.0 akan melahirkan lebih banyak lapangan kerja baru daripada yang hilang.
Sepertinya optimisme Jokowi itu bukan omong kosong. ManpowerGroup Inc. (NYSE: MAN), penyedia solusi tenaga kerja global yang berbasis di Wilwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat, Jumat (18/1) lalu merilis hasil studi terbaru mereka.
Baca Juga: Manusia Tetap Dominasi Pekerjaan Manufaktur
Dalam laporan yang berjudul “Humans Wanted: Robots Need You”, ManpowerGroup menyatakan robot-robot akan menggantikan pekerjaan manusia itu hanyalah debat dekade ini. Pada kenyataannya tidak benar.
Buktinya, lebih banyak majikan (87%) yang berencana meningkatkan atau setidaknya mempertahankan jumlah karyawan pada era otomatisasi untuk tahun ketiga berturut-turut.
ManpowerGroup menyurvei 19.000 pengusaha di 44 negara untuk mengetahui seberapa besar dampak Revolusi Industri 4.0 terhadap kebutuhan tenaga kerja manusia di dunia dalam dua tahun ke depan.
Alhasil, diketahui memang perusahaan yang mendigitalisasikan diri tumbuh signifikan, tapi pertumbuhan itu tidak serta merta mematikan tenaga kerja manusia.
Baca Juga: Kita, China, dan Teknologi 5G
Yang ada, jelas ManpowerGroup, digitalisasi melahirkan berbagai jenis pekerjaan baru. Perusahaan yang sudah mengotomatisasi dan memajukan transformasi digital justru paling percaya diri dalam meningkatkan jumlah karyawan.
“Kekurangan talenta global mencapai level tertinggi dalam 12 tahun terakhir dan keterampilan baru muncul secepat yang lain menghilang,” ungkap mereka. Sebanyak 84% pengusaha berencana meningkatkan keterampilan tenaga kerja mereka pada 2020.
“Fokus pada [pendapat bahwa] robot menghilangkan pekerjaan malah akan mengalihkan perhatian kita dari masalah yang sebenarnya.”
Jonas Prizing, Chairman dan CEO ManpowerGroup
“Fokus pada [pendapat bahwa] robot menghilangkan pekerjaan malah akan mengalihkan perhatian kita dari masalah yang sebenarnya,” kata Jonas Prizing, Chairman dan CEO ManpowerGroup, di Milwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat.
Prizing menuturkan, ke depan memang semakin banyak robot yang ditambahkan ke dalam proses kerja, tetapi manusia juga.
Manusia bisa menjadi, umpamanya, chief learning officer dan mencari tahu bagaimana kita mengintegrasikan manusia dengan mesin.
Baca Juga: Jumienten, Chatbot Canggih dari Sprint Asia Technology
Permintaan untuk keterampilan teknologi informasi tumbuh signifikan; 16% perusahaan berharap untuk meningkatkan jumlah karyawan di bidang teknologi informasi, lima kali lebih banyak daripada yang mengharapkan penurunan.
Firma konsultan manajemen global A.T. Kearney dan penyedia layanan transformasi bisnis digital Drishti Technologies Inc. juga sependapat dengan ManpowerGroup.
Manusia masih melakukan 72% tugas manufaktur, tiga kali lebih banyak daripada mesin, di pabrik-pabrik.
A.T. Kearney
Dalam laporan hasil studinya yang diumumkan di Palo Alto, California, November lalu, kedua perusahaan mengungkapkan bahwa manusia tetap akan mendominasi proses manufaktur di pabrik-pabrik meski terjadi otomatisasi.
Berita yang beredar bahwa robot dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) akan menggantikan pekerjaan manusia tak terbukti. Sebab, manusia masih melakukan 72% tugas manufaktur, tiga kali lebih banyak daripada mesin, di pabrik-pabrik.
Baca Juga: Pasar Asia Tenggara Berubah Setiap Hari
“Manusia merupakan aset yang paling berharga di pabrik, dan produsen harus memanfaatkan teknologi baru untuk memperluas kemampuan tenaga kerja langsung dan tidak langsung,” ungkap Prasad Akella, pendiri dan CEO Drishti.
Tahun depan, ungkap ManpowerGroup, sebanyak 25% pemanufaktur di dunia akan mempekerjakan lebih banyak orang, sementara 20% lainnya akan mempekerjakan lebih sedikit.
Harus dimengerti bahwa peran manusia seperti komunikasi, negosiasi, kepemimpinan, dan kemampuan beradaptasi tidak bisa tergantikan oleh robot.
Di sisi lain, robot membutuhkan manusia untuk memberi rekomendasi praktis dan contoh praktik terbaik. “Robot dan manusia merupakan kombinasi yang tepat untuk menjadi lebih gesit,” ungkap ManpowerGroup.
Jadi, jangan khawatir dengan anggapan bahwa manusia akan tersingkir oleh robot buatannya sendiri. Akan banyak jenis pekerjaan baru yang muncul.
Untuk itu, mengulang optimisme Jokowi dalam pembukaan Indonesia Industrial Summit 2018, “Perubahan-perubahan seperti ini yang harus kita mengerti, pahami, dan antisipasi,” ujar Jokowi.●
—Ivan Darmawan (Indonesia), Philips C. Rubin (Amerika) ● Foto: ManpowerGroup, Smarter Next