Published
6 years agoon
Singapura dan Washington, TechnoBusiness ● Belum lama membuat kejutan dengan mengakuisisi Uber di Asia Tenggara, kini GrabTaxi Holdings Pte. Ltd. kembali melakukan gebrakan.
Kali ini, Grab berkolaborasi dengan raksasa perangkat lunak komputer asal Amerika Serikat, Microsoft Corporation (Nasdaq: MSFT).
Dalam kerja sama strategis yang diumumkan pada Selasa (9/10) itu diketahui Microsoft akan berinvestasi di Grab, sedangkan Grab akan menggunakan platform komputasi awan Microsoft Azure untuk menopang operasional bisnisnya.
Tidak diketahui berapa nilai investasi Microsoft ke perusahaan layanan offline to online (O2O) yang berbasis di Singapura itu. Kedua perusahaan sama-sama tak bersedia menyebutkan angkanya. Namun, kemitraan mereka berjangka waktu lima tahun.
Baca Juga: Jakarta dan Nasib Megapolitan Terbesar Nantinya
Presiden Grab Ming Maa menyatakan investasi itu membuktikan Microsoft mengakui bahwa Grab merupakan pemain teknologi terkemuka di Asia Tenggara. “Kami berharap dapat berkolaborasi dengan Microsoft guna meningkatkan transparansi on-demand dan pengalaman O2O,” katanya.
Pesan penting pun disampaikan oleh Peggy Johnson, Executive Vice President Microsoft. Keterlibatan Microsoft diharapkan mampu “meningkatkan kualitas layanan digital bagi jutaan pengguna yang mengandalkan Grab untuk transportasi, pengiriman makanan dan barang, pembayaran, dan layanan keuangan mobile,” ungkapnya.
Lantas, apa yang akan berubah dengan layanan Grab pasca-kolaborasi dengan Microsoft? “Kemitraan ini menunjukkan kolaborasi yang mendalam dengan Microsoft untuk berbagai proyek, termasuk big data dan kecerdasan buatan [artificial intelligence/AI],” jawab Maa.
Baca Juga: Tingkat Kepercayaan CEO-CEO Global Menurun
Nantinya, akan ada enam perubahan mendasar terkait teknologi layanan Grab.
Pertama, Grab akan menanamkan teknologi otentifikasi wajah (mobile facial recognition) pengemudi dan penumpang berbasis AI built-in.
Teknologi itu akan menggantikan pola pengecekan identitas model yang digunakan saat ini.
Kedua, Grab akan menggunakan teknologi Microsoft Azure untuk mencegah aksi penipuan transaksi di platform Grab. Ketiga, Grab akan memanfaatkan teknologi chatbot milik Microsoft untuk melayani pelanggan.
Keempat, Grab akan menggunakan teknologi machine learning dan AI dari Microsoft untuk membaca data perilaku pengguna sehingga layanan berikutnya dapat lebih personal.
Baca Juga: Setyo Harsoyo Bicara Tentang Chatbot dan Jumienten
Kelima, Grab akan memanfaatkan teknologi image recognition dan computer vision yang bisa diubah menjadi alamat yang jelas saat penjemputan penumpang.
Keenam, dengan kemampuan machine learning dari Microsoft, Grab berencana membuat dan meningkatkan kualitas peta miliknya.
Selain keenam perubahan itu, Grab juga akan menggunakan teknologi-teknologi Microsoft lainnya seperti Microsoft Outlook dan Microsoft Kaizala. Kaizala merupakan aplikasi dan layanan komunikasi bergerak untuk skala besar dan Grab menjadi pengguna awal.
Kolaborasi itu dinilai banyak analis cukup tepat. Salah satu yang berpendapat demikian adalah Jeffrey Bahar, Group Deputy CEO Spire Research and Consulting.
Sebab, kata dia, kolaborasi menjadi jalan yang termudah dan termurah namun tercepat dalam mengembangkan bisnis pada era digitalisasi ini.
Baca Juga: Strategi AirAsia Dorong Pertumbuhan Lewat Data
“Kolaborasi itu tidak hanya dari sisi pendanaan, tapi juga penggunaan teknologi,” ungkap Jeffrey kepada TechnoBusiness Indonesia di Jakarta, Kamis (11/10). “Tentu saja kolaborasi itu berangkat atas dasar kebutuhan dan tujuan yang sama dari perusahaan-perusahaan yang terlibat.”
Terkait dengan kolaborasi Grab dan Microsoft, Jeffrey menilai kedua perusahaan sama-sama diuntungkan. “Microsoft bersedia menanamkan investasinya di Grab kemungkinan karena tidak mau ketinggalan dengan startup yang tumbuh begitu pesat itu, ditambah untuk perluasan pasar Microsoft Azure-nya,” kata Jeffrey.
Bagi Grab, sudah mendapatkan tambahan dana, masih memperoleh teknologi-teknologi mutakhir yang mereka butuhkan. “Teknologi-teknologi itulah yang mengantarkan Grab menjadi perusahaan O2O terbesar di kawasan regional meninggalkan kompetitor utamanya dari Indonesia, yakni Go-Jek, yang juga mulai merambah ke mancanegara,” jelas Jeffrey.●
—Michael A. Kheilton (Singapura), Celine Tamaria (Washington), Intan Wulandari (Jakarta), TechnoBusiness/PRN ● Foto-Foto: Grab
Batal Merger dengan Gojek, Grab Akan IPO di Bursa Amerika
Microsoft Kucurkan Investasi US$100 Juta ke Bukalapak
Grab Raih Pendanaan US$ 200 Juta dari Stic Investments
Grab Raih Pendanaan US$700 Juta dari Mitsubishi UFJ Financial Group
Microsoft Bertekad Terapkan Karbon Negatif Mulai 2030
Permata Baru di Industri Pelabuhan
Masayoshi dan Oleh-Olehnya untuk Indonesia
Bloomberg: Grab Incar Startup Pembayaran 2C2P, tapi Ditolak
Berkah Negeri Seribu Momen