Y&S Insights
Spire Insights: Menilik Potensi Pembiayaan Pertanian Digital di Indonesia
Oleh Idin Virgi Sabilah, Konsultan Spire Research and Consulting
Published
2 years agoon
Spire Insights ● Indonesia merupakan negara terpadat keempat di dunia. Dengan tanahnya yang luas, subur, dan berlimpah, Indonesia adalah produsen global utama dari berbagai macam produk pertanian yang memberikan pendapatan bagi sebagian besar rumah tangga Indonesia saat ini. Pertanian merupakan sektor penopang terbesar kedua bagi perekonomian Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produk domestik bruto (PDB) lapangan usaha pertanian atas dasar harga berlaku (ADHB) mencapai Rp2,25 kuadriliun sepanjang 2021. Nilai tersebut berkontribusi sebesar 13,28% terhadap PDB nasional. Sektor ini masih akan terus berkembang dan memiliki tren yang positif ke depannya.
Baca Juga: Spire Insights: Potensi Produk Berbahan Dasar Kulit Asal Garut
Tantangan Pembiayaan Pertanian Digital
Kontribusi sektor pertanian yang menonjol terhadap PDB berbanding terbalik dengan skema pembiayaan bagi petani. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Spire Research and Consulting, ada beberapa hambatan pembiayaan petani di Indonesia, antara lain akses petani terhadap keuangan terhambat oleh ketersediaan institusi perbankan untuk memberikan jaminan, tingkat bunga yang terlalu tinggi, dan prosedur pengajuan pinjaman yang rumit, variasi produk dan segmentasi pasar yang terbatas, serta penetrasi yang tidak memadai di daerah terpencil.
Selain itu, rendahnya pembiayaan ini tidak hanya disebabkan oleh kurangnya kemampuan sektor ini dalam pengembalian pinjaman tetapi juga karena tingkat dukungan yang sangat rendah dan prosedur yang rumit yang dihadapi oleh nasabah, terutama untuk petani kecil. Dalam pelaksanaannya, komponen sektor pertanian kurang diminati oleh lembaga keuangan manapun dalam pembiayaan karena beberapa risiko, antara lain musim dan perputaran usaha yang tidak menentu akibat perbedaan musim tanam tinggi dan rendah. Penghasilan mereka sangat bergantung pada musim tanam.
Pembiayaan pertanian digital merupakan terobosan yang prospektif.
Dalam aspek digital, tantangan pembiayaan pertanian digital di Indonesia dapat berkaca pada hal yang sangat mendasar, kenyataan bahwa infrastruktur kita yang belum mumpuni sekalipun, ditambah dengan topografi dan geografi wilayah Indonesia yang sangat beragam. Tantangan kita tidak hanya terbatas pada SDM yang berkualitas, namun situasi dan kondisi di lapangan yang belum memungkinkan.
Baca Juga: Spire Insights: Mengulik Perkembangan Jaringan 5G di Indonesia
Infrastruktur digital menjadi komponen yang sangat penting, terutama di wilayah pedesaan yang sulit diakses dan dijangkau. Akses terhadap internet sangat diperlukan hingga ke daerah-daerah terpencil di Indonesia. Literasi digital dan financial dari Lembaga keuangan juga menjadi salah satu penghalang tercapainya tujuan ini. Perlu ada sinergi dengan pemerintah untuk menginternalisasikan kebijakan yang berefleksikan konsep-konsep digital. Strategi transformasi pembiayaan pertanian digital di Indonesia harus menggabungkan aspek infrastruktur, perubahan sosial, hingga kebijakan.
Potensi Pembiayaan Pertanian Digital
Pada dasarnya, perubahan struktur sangat bergantung pada perubahan pola pikir. Permintaan pembiayaan pertanian akan semakin tinggi jika semakin banyak pelaku pertanian skala kecil yang mampu mengoptimalkan kegiatan produksinya. Petani individu atau petani kecil, tanpa akses ke pembiayaan untuk optimalisasi usahanya,akan menghadapi berbagai risiko terkait pertanian, seperti pengaruh musim tanam dan fluktuasi harga pasar.
Revolusi digital yang sedang berlangsung dapat menjadi transformasi yang tidak hanya untuk inklusi keuangan petani kecil tetapi juga untuk sektor pangan dan pertanian yang lebih luas. Petani skala kecil berjuang untuk mengakses layanan keuangan, yang dapat memungkinkan mereka untuk berinvestasi yang sangat bergantung pada musim tanam yang fluktuatif. Sementara itu, ada tantangan bagi lembaga keuangan untuk memberikan layanan tersebut kepada petani kecil, yang tersebar di pedesaan dengan informasi yang terbatas terkait kemampuan pengembalian pinjaman mereka.
Baca Juga: Spire Insights: Mengulik Perkembangan Jaringan 5G di Indonesia
Sementara itu, untuk mengembangkan ekosistem pertanian digital, diperlukan tiga faktor penting: data, inovasi dan kemitraan antara berbagai pemangku kepentingan di sektor publik dan swasta. Kemitraan publik swasta sangat diperlukan sebagai salah satu bentuk pengembangan lintas sektor, untuk akselerasi produk digital yang lebih efektif.
Salah satu contoh yang dapat diadopsi adalah pengembangan platform Fintech (Financial Technology) yang dihubungkan pada sektor agrikultur—selanjutnya disebut Agritech, dengan mengembangkan produk pembiayaan yang sesuai untuk siklus produksi petani dan menghubungkan Agritech dengan bank komersial untuk sumber pendanaan tambahan untuk pinjaman kepada petani.
Startup Agritech dapat memperluas jaringan petani dengan melibatkan mitra agribisnis baru seperti pemerintah dan hubungan business-to-business (B2B) untuk bekerja langsung dengan petani. Skema ini dapat memberdayakan petani, sekaligus mencapai tujuan yang lebih mulia (greater goods), dengan turut membantu mendigitalisasikan sektor pertanian di Indonesia.
Looking Forward: Keniscayaan Pembiayaan Pertanian Digital
Pembiayaan pertanian digital merupakan terobosan yang prospektif. Pembiayaan pertanian digital, yang dipahami sebagai pembiayaan yang mulai menerapkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) melalui perangkat, jaringan, layanan, dan aplikasi yang relevan dengan fokus utama pada pertanian, dapat membantu stakeholders di bidang pertanian untuk membuat kebijakan dan menggunakan sumber daya yang tersedia dengan cara yang paling produktif dan berkelanjutan.
Baca Juga: Spire Insights: Tingkat Literasi Keuangan Generasi Muda Indonesia Masih Rendah
Layanan teintegrasi untuk pertanian akan membantu membangun ekosistem bisnis serta mendorong investasi dan startup untuk mengembangkan solusi untuk memberi manfaat bagi masyarakat pedesaan dan/atau menghubungkan produsen dengan konsumen dengan cara yang lebih efektif dan efisien.
Tantangan utama pembiayaan pertanian digital di Indonesia masih harus dilakukan adalah pembangunan infrastruktur, lingkungan kebijakan yang memungkinkan, dan strategi kohesif untuk menghubungkan layanan agrikultur dengan institusi perbankan yang tersebar hingga wilayah yang susah dijangkau, mengingat topografi Indonesia yang beraneka ragam.
Melihat melimpahnya potensi pertanian di Indonesia, merupakan suatu keniscayaan apabila sektor digital di pertanian juga mulai diperhatikan, agar identitas Indonesia sebagai negara agraris masih dapat terjaga, bahkan dengan kualitas yang lebih baik di masa depan.●
Spire Research and Consulting merupakan perusahaan riset pasar dan konsultasi bisnis global, terutama di negara-negara berkembang. Perusahaan yang didirikan pada 2000 di Singapura ini kini memiliki kantor perwakilan di semua negara Asia Pasifik dan berkantor pusat di Tokyo, Jepang.
PT Spire Indonesia | Menara Astra Lt. 25 Unit 25D, Jalan Jend. Sudirman Kav. 5-6, Jakarta 10220, Telp/Faks: (021) 50889816 | www.spireresearch.com
You may like
-
Eksekutif Jobstreet Ungkap Alasan Pendirian Jobstreet Express
-
AWS Luncurkan Think Big Space Pertama di Asia Tenggara
-
Y&S Insights: Limbah Elektronik dengan Segenap Dampaknya
-
Penjualan Terry Palmer 40% Disumbangkan Lewat Shopee Live
-
Fuse Tunjuk Ivan Sunandar Jadi CEO, Targetkan Perluasan Pasar
-
Nilai Pasar Etalase Global Dekati US$12,4 Miliar pada 2028
-
Marshall Homeline III, Speaker Musik yang Imersif Berdesain Ikonik
-
Pasar Perangkat Lunak Keamanan di Asia Pasifik Tumbuh 21,1%
-
Aleph Akuisisi Perusahaan Iklan Digital Entravision Global Partners