Connect with us

Y&S Insights

5 Tren Pergeseran Pasar Kuliner Nasional

Published

on

Spire Insight ● Makanan dan minuman merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat di Tanah Air akhir-akhir ini. Seperti kita lihat, tempat makan, mulai dari warung hingga restoran besar, bermunculan di mana-mana.

Spire Research and Consulting menyebutkan bahwa industri layanan makanan dan minuman sepanjang 2017 mencapai Rp295,6 triliun. Nilai pasar restoran (Full Service Restaurant) menyumbangkan porsi terbesar, yakni hingga 85,64%.

Baca Juga: AADC, Strategi Memenangkan Pasar Online

Mulai menjamurnya kafe dan bar di berbagai wilayah menyumbangkan 6,41% dari total nilai pasar. Posisi ketiga ditempati oleh kedai cepat saji dengan porsi 4,50%, disusul warung pinggir jalan dan kios sebanyak 2,46%.

Advertisement

Meski demikian, Jeffrey Bahar, Group Deputy CEO Spire Research and Consulting mengatakan, para pelaku pasar di sektor layanan makanan dan minuman mesti menyadari adanya pergeseran konsumen dalam mengunjungi tempat kuliner.

“Setidaknya ada lima tren perubahan konsumen dalam memilih tempat kuliner,” ungkap Jeffrey saat menjadi pembicara dalam acara TechnoBusiness Talks (Edisi Kuliner) di Menara Top Food, Alam Sutera, Serpong, belum lama ini.

Pertama, pergeseran segmen. Segmen pasar kuliner nasional mengalami pergeseran dari restoran keluarga yang premium dengan kualitas makanan yang baik ke restoran skala kecil-menengah. Restoran skala kecil-menengah itu misalnya Warunk Upnormal, Whats Ups Cafe, dan sejenisnya.

JEFFREY BAHAR
Group Deputy CEO Spire Research and Consulting

Kedua, pergeseran harga. Pasar kuliner mulai meninggalkan restoran dengan harga yang relatif mahal ke restoran dengan harga yang relatif lebih terjangkau.

Ketiga, pergeseran siklus. Jika sebelumnya siklus hidup sebuah restoran lebih lama, yakni antara 3-4 tahun, sekalipun kurang inovasi produk, sekarang siklusnya relatif lebih cepat. Tren makanan semakin hari semakin cepat berubah, kira-kira hanya 2-3 tahun saja. Untuk itu, inovasi amat penting.

Keempat, pergeseran “kiblat” outlet. Dulu, restoran cenderung mengutamakan kualitas makanan, sedangkan sekarang berpikir bagaimana caranya agar pengunjung lebih nyaman dan tinggal lebih lama.

Kelima, pergeseran layanan pengiriman. Jika restoran sebelumnya harus melayani pengiriman secara in-house (in-house delivery), sekarang cenderung lebih banyak menggunakan mitra pihak ketiga (3rd party delivery partners) seperti Go-Food dan GrabFood.

Advertisement

“Berdasarkan survei, mayoritas orang Indonesia memiliki kebiasaan makan yang buruk seperti ngemil larut malam dan bekerja sambil makan. Namun, kebiasaan yang buruk itu justru meningkatkan konsumsi makanan dan mendukung pertumbuhan industri,” kata Jeffrey menjelaskan.●

 

Spire Research and Consulting merupakan perusahaan riset pasar dan konsultasi bisnis global, terutama di negara-negara berkembang, yang didirikan di Singapura pada 2000. Kini, perusahaan ini memiliki kantor perwakilan di semua negara Asia Pasifik dengan kantor pusat di Tokyo, Jepang.

 

Advertisement