Connect with us

Y&S Insights

Optimalisasi Sektor Makanan dan Minuman Halal Upaya Genjot Perekonomian Indonesia

Published

on

Oleh Shafira Iskandar | Konsultan Spire Research and Consulting

Spire Insight Indonesia termasuk dalam 3 besar negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di antara anggota G20 (Group of Twenty) dengan potensi pasar yang sangat baik dan demand terhadap produk makanan dan minuman yang juga tinggi. Pada tahun 2018, revenue pada industri makanan dan minuman mencapai Rp 3.6 triliun dan diprediksi akan terus meningkat hingga mencapai Rp 5.95 triliun di tahun 2022.

Dengan jumlah penduduk hampir mencapai 270 juta jiwa, Indonesia tercatat sebagai negara dengan tingkat populasi muslim terbesar di dunia yaitu mencapai 87% dari total penduduknya atau setara dengan 12.7% dari total populasi penduduk Muslim di dunia. Karenanya, Indonesia memiliki potensi yang tinggi untuk menjadi Global Halal Hub pada tahun 2024, sebagaimana yang direncanakan di dalam Masterplan Ekonomi Syariah 2019-2024 yang telah diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo.

Berdasarkan laporan dari State of Islamic Economy, angka pengeluaran atau konsumsi untuk makanan dan minuman halal di seluruh dunia pada tahun 2017 mencapai US$ 1.303 milyar dan diperkirakan menembus angka US$1.863 milyar di tahun 2023. Permintaan terhadap makanan dan minuman halal tidak hanya datang dari komunitas muslim namun juga sebagian dari komunitas non-muslim yang peduli terhadap masalah kesehatan dan higienitas makanan.

Advertisement

Sayangnya, dengan potensi pasar halal yang ada, Indonesia belum mampu masuk dalam peta negara pengekspor produk halal di dunia. Saat ini Indonesia menduduki peringkat pertama importir makanan dan minuman halal, sebaliknya Brazil sebagai negara non-muslim menduduki peringkat pertama dengan tingkat ekspor produk halal tertinggi yang didominasi oleh ekspor daging halal yang bahkan menjangkau hingga ke beberapa negara muslim. Keterbatasan tingkat ekspor makanan halal di Indonesia yang diakibatkan oleh peraturan yang berbelit dalam mengurus sertifikasi halal serta biaya yang cukup terbilang mahal, terutama bagi para pelaku UMKM.

Penerapan Undang-Undang Jaminan Produk Halal dan Berdirinya BPJPH

Pemerintah Indonesia akan mulai memberlakukan Undang-Undang Negara No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal pada 17 Oktober 2019. Secara garis besar pokok-pokok peraturan dalam undang-undang ini mencakup jaminan ketersediaan produk halal, hak dan kewajiban para pelaku bisnis makanan halal termasuk didalamnya kewajiban mengurus sertifikasi halal dan tata cara memperoleh sertifikat halal. Selain itu, berlakunya undang-undang ini akan memindahkan peran MUI sebagai pemberi sertifikasi halal kepada lembaga baru yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJHP) yang diharapkan mampu mempermudah proses penerbitan sertifikasi halal.

Kenyataannya hingga saat ini BPJPH belum memiliki Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang terakreditas dan auditor halal untuk mendukung kinerja mereka. Meskipun BPJPH telah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk menurunkan  biaya sertifikasi halal untuk pelaku UMKM, namun hanya 10 persen dari total 59 juta UMKM yang telah mendaftarkan bisnisnya untuk disertifikasi. Hal ini menunjukkan  belum adanya sosialisasi merata untuk memastikan masyarakat, pelaku usaha, Kementerian Agama tingkat Kabupaten Kota, Dinas Koperasi Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah, serta Dinas lainnya tentang penerapan undang-undang jaminan halal. Solusi yang lebih konkret diperlukan untuk dapat mempercepat laju pertumbuhan industri halal.

Alternatif Strategi: Pemanfaatan Fintech Berbasis Syariah untuk Meminimalisir Kesenjangan Pasokan dan Menekan Angka Impor

Advertisement

Angka impor makanan dan minuman halal yang masih sangat tinggi mencerminkan kurang efektifnya peraturan mengenai pembatasan jumlah impor produk dan peredaran barang didalam negeri. Sebagai solusi, Fintech dapat dijadikan pilihan dalam mengurangi angka impor produk dari luar negeri. Pembiyaan akan diberikan kepada para pelaku UMKM di daerah-daerah tertentu yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan produksi suatu komoditas dalam jumlah banyak hingga mampu menjangkau semua daerah di Indonesia. Optimalisasi konsumsi produk lokal secara perlahan akan menurunkan tingkat impor produk substitusi dari luar negeri.

Sebagai contoh, sampai dengan saat ini, peringkat pertama penghasil telur dan bahan baku daging terbesar di Indonesia tersentralisir di Jawa Timur. Ketergantungan akan pengiriman daging dan telur dari Jawa Timur membuat harga beli dan jual menjadi fluktuatif dan tidak terukur. Daerah seperti Nusa Tenggara Barat yang hampir delapan puluh persen persediaan telur berasal dari pulau Jawa akhirnya menjadi korban volatilitas harga pasar. Kehadiran fintech seperti iGrow dan Crowde, yaitu platform P2P yang berfokus pada pembiayaan pada sektor pertanian telah menjadi solusi alternatif jitu untuk meminimalisir kesenjangan pasokan.

Obat mujarab yang mereka berikan salah satunya melalui pembiayaan kepada petani didaerah dimana terdapat kekurangan pasokan bahan baku daging dan telur. Nilai proposisi yang diberikan oleh platform tersebut juga sangat menarik bagi para prospektif investor karena pengembalian investasi (ROI) yang berada diatas deposito berjangka beserta reksadana. Tidak hanya sampai disitu, kehadiran e-marketplace seperti Tanihub juga telah berkontibusi dalam menurunkan harga beberapa komoditas. Hal tersebut dicapai melalui pemotongan rantai pasokan dimana pembeli dapat membeli produk segar langsung dari petani. Dengan demikian, P2P dan e-marketplace berfokuskan pada sektor pertanian di Indonesia dapat menciptakan swasembada kedepan.

Keberadaan Fintech berbasis Syariah dengan menerapkan skema pembiyaan bagi para produsen lokal terutama bagi mereka yang memproduksi makanan dan minuman halal dapat dijadikan alternatif dalam mengurangi tingkat impor produk halal dari luar negeri dan memaksimalkan potensi pasar halal domestik.● SPONSORED CONTENT

 

Advertisement

Spire Research and Consulting merupakan perusahaan riset pasar dan konsultasi bisnis global, terutama di negara-negara berkembang. Perusahaan yang didirikan pada 2000 di Singapura ini kini memiliki kantor perwakilan di semua negara Asia Pasifik dan berkantor pusat di Tokyo, Jepang.

PT Spire Indonesia | Wisma BNI Lt. 25 Unit 8-10, Jalan Jend. Sudirman Kav. 1, Jakarta 10220, Telp/Faks: (021) 57945800 www.spireresearch.com