Connect with us

Y&S Insights

Spire Insights: Tren Social Commerce di Indonesia

Oleh Saffira Adnin, Konsultan Spire Research and Consulting

Published

on

Spire Insights Seiring dengan meningkatnya kemampuan berbelanja dan transaksi, perdagangan sosial atau yang dikenal dengan istilah social commerce telah memantapkan dirinya sebagai kontributor terkemuka dalam industri e-commerce dan m-commerce. Social commerce sendiri merupakan kegiatan untuk promosi, menjual, dan membeli suatu produk secara langsung dengan memanfaatkan media sosial.

Baca Juga: Spire Research and Consulting Memiliki Empat Divisi Riset 

Dalam social commerce, platform memfasilitasi komunikasi dan daftar produk, dan penjual memegang persediaan. Logistik dan pembayaran diatur secara terpisah. Misalnya, layanan pihak ketiga atau penjual dapat mengirimkan barang atau pembeli akan mengambilnya. Pembayaran dapat dilakukan secara tunai, transfer bank, atau metode lain yang disepakati. 

Kemampuan belanja baru telah ditawarkan oleh platform seperti TikTok (yang telah berkolaborasi dengan Shopify), Instagram, SnapChat, dan Twitter untuk mengekspos pengguna platform kepada produk dan memberikan jalan bagi mereka untuk melakukan pembelian langsung.

Advertisement

Salah satu pendorong utama pertumbuhan social commerce adalah adanya video pendek dan TikTok merupakan pemimpin yang terdepan saat ini. Dengan 1 miliar pengguna aktif, platform baru-baru ini menjalankan tes streaming langsung dengan Walmart, di mana viewers dapat mengklik untuk membeli item apa pun yang disebutkan selama streaming

Baca Juga: Spire Insights: Pentingnya Literasi Digital bagi Pelaku UMKM

Sebuah laporan terkini dari 5W Public Relations menemukan bahwa 28% pengguna TikTok telah membeli sesuatu yang diiklankan kepada mereka di platform setidaknya sekali. Social commerce ini memiliki peluang yang cukup menjanjikan melihat meningkatnya pengguna internet di Indonesia yang mengakses e-commerce dan social media, serta transaksi yang dilakukan secara online.

GMV yang diperoleh melalui kegiatan social commerce di Indonesia diperkirakan mencapai US$25 juta tahun ini.

Berdasarkan Diatce G. Harahap yang merupakan seorang Digitalpreneur, nilai transaksi bruto atau gross merchandise value (GMV) e-commerce di Indonesia pada 2020 mencapai US$8 miliar dan US$3 miliar atau sekitar Rp42 triliun dari transaksi social commerce

Di Indonesia, sebanyak 88,1% penduduknya yang menggunakan internet memakai layanan e-commerce untuk membeli produk tertentu berdasarkan hasil survei dari We Are Social pada April 2021. Hal itu menjadi angka tertinggi dalam hal penggunaan e-commerce di dunia. 

Advertisement

Baca Juga: Spire Insights: Pandemi Dorong Transformasi Pasar Skin Care

Melihat dari sisi pengguna media sosial aktif, di Indonesia terdapat 170 juta atau 61.8% dari jumlah populasi di Indonesia. Angka yang tinggi dari pengguna e-commerce dan social media itu tentu bisa dimanfaatkan sebagai peluang kegiatan social commerce yang dilakukan oleh para penjual untuk memperoleh customer dan meningkatkan penjualan.

Berdasarkan data dari Statista, GMV yang diperoleh melalui kegiatan social commerce di Tanah Air diproyeksikan akan mencapai US$25 juta pada 2022. Hal itu menjadi peluang besar bagi para UMKM dalam memanfaatkan platform online e-commerce dan social media.

Sumber: McKinsey Report, 2017

Menurut Spire Research and Consulting, CAGR dari GMV yang diperoleh social commerce selama 2018-2022 sebesar 55,3%. Dari angka tersebut dapat dilihat bahwa social commerce diprediksi memiliki pertumbuhan yang signifikan dengan adanya dorongan dari kebiasaan masyarakat yang menggunakan media sosial, jual beli produk secara online, dan memanfaatkan video pendek untuk memasarkan produk yang diperjualbelikan beserta tips, hacks, dan products review yang disajikan dengan kreatif melalui konten yang menarik.

Baca Juga: Spire Insights: Pentingnya Penerapan ESG bagi Bisnis di Indonesia

Melihat dari kelemahannya, social commerce memiliki beberapa kekurangan seperti produktivitas penjualan yang lebih rendah untuk pedagang. Setiap pesanan membutuhkan pembayaran manual dan proses pengantaran menggunakan jasa logistik, dengan pelanggan sering meminta beberapa kutipan harga untuk berbagai opsi pengiriman (seperti proses otomatis pada platform perdagangan online/e-commerce).

Advertisement

Di samping itu, minimnya pengalaman pelanggan juga menjadi kekurangan dari social commerce. Social commerce menggunakan lebih sedikit SKU (Stock Keeping Unit) atau produk, sehingga mempersulit pelanggan untuk membandingkan harga produk. 

Selanjutnya, pembayaran yang biasanya dilakukan melalui transfer bank membutuhkan verifikasi manual oleh pedagang. Berbeda dengan platform e-commerce yang menawarkan beberapa opsi pembayaran digital beserta pilihan metode pengirimannya.

Platform social commerce mampu mengatasi masalah tersebut dan mungkin berevolusi menjadi perdagangan online; platform di masa depan yang menawarkan keduanya aspek sosial serta diformalkan e-commerce. Misalnya, Facebook meluncurkan Facebook Marketplace yang memadukan sosial online dan pengalaman berbelanja.

Baca Juga: Spire Insights: Legitnya Pasar Streaming Musik di Indonesia

Saluran dan platform baru untuk menemukan dan terlibat dengan pengguna atau viewers juga penting untuk sustainable growth dari perdagangan online. Melalui social commerce, yang calon pelanggan dapat menemukan produk melalui integrasi aplikasi media sosial atau tautan pembelian langsung, sangat penting untuk memerhatikan, mengadaptasi, mengukur, dan menganalisis dari hasil kegiatannya di platform tersebut. 

Advertisement
Sumber: Statista, 2022

Pertumbuhan social commerce juga didukung dari sisi marketers, developers, dan advertisers, keputusan yang didorong oleh data serta UX yang akan mendapatkan keunggulan kompetitif dan multidimensi.

Kesimpulannya, melihat peningkatan pengguna social media dan platform e-commerce yang menyediakan pengalaman jual-beli yang baru, social commerce ini bisa memudahkan bertemunya transaksi online secara langsung antara penjual dan pembeli. 

Baca Juga: Spire Insights: Pentingnya Penerapan ESG bagi Bisnis di Indonesia

Hal itu bisa dimanfaatkan oleh UMKM dalam memaksimalkan penjualannya melalui platform media sosial, salah satunya dengan menggunakan fitur “live” yang tersedia di beberapa platform media sosial. Tren tersebut tentu saja bisa membuka peluang munculnya kebiasaan baru bagi pelanggan dan pemain baru dari platform online lainnya dalam mengadopsi kegiatan social commerce

Di samping itu, hal tersebut juga menjadi tantangan bagi para pelaku usaha kecil yang belum memanfaatkan pemasaran atau penjualan secara online atau yang masih berjualan secara konvensional. Pentingnya transformasi digital juga menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan tren social commerce pada pelaku usaha yang masih menggunakan cara konvensional untuk berjualan.

Spire Research and Consulting merupakan perusahaan riset pasar dan konsultasi bisnis global, terutama di negara-negara berkembang. Perusahaan yang didirikan pada 2000 di Singapura ini kini memiliki kantor perwakilan di semua negara Asia Pasifik dan berkantor pusat di Tokyo, Jepang.

PT Spire Indonesia | Wisma BNI Lt. 25 Unit 8-10, Jalan Jend. Sudirman Kav. 1, Jakarta 10220, Telp/Faks: (021) 57945800 www.spireresearch.com

Advertisement