And Others
Harga Bitcoin Anjlok 40%, Ini Penyebabnya

- Koin digital menjadi alternatif mata uang di negara-negara maju, tapi dilarang di berbagai negara berkembang.
- Harga Bitcoin merosot tajam dari Rp199 juta kemarin menjadi Rp140 jutaan hari ini.
Jakarta, TechnoBusiness ID ● Bitcoin, koin digital dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia, dianggap bukan lawan yang layak bagi dolar. Pernyataan itu disampaikan oleh Presiden Federal Reserve Neel Kashkari.
TechnoBusiness Column: In 2018: More Money, One Problem
“Saya tidak melihat Bitcoin sebagai pesaing yang kredibel terhadap dolar di Amerika Serikat,” katanya seperti dikutip CCN, Selasa (16/1).
Menurut Kashkari, Bitcoin sesungguhnya lebih mirip emas daripada mata uang fiat. Sama dengan emas, Bitcoin memiliki toko nilai, dan itulah spekulasi yang tercipta. Jadi, barangkali kenaikan Bitcoin lebih dekat mengorbankan kenaikan harga emas ketimbang dolar.
Sementara itu, Rabu (17/1) pagi harga Bitcoin dan koin digital lainnya anjlok antara 35-40% dibanding hari sebelumnya. Anjloknya nilai koin-koin digital itu diduga karena banyaknya berita negatif yang muncul.
Bloomberg dan Reuters, yang disampaikan kembali oleh media lain termasuk CCN pada Selasa, koin-koin digital yang lahir di China seperti Huobi, BTCC, dan OKCoin mulai bermigrasi ke Hong Kong dan negara lainnya lantaran larangan dari pemerintah China.
Wakil Gubernur People’s Bank of China Pan Gongsheng dikabarkan juga mendorong pemerintah untuk melarang beredarnya koin digital secara keseluruhan.
“Inovasi finansial semu yang tidak memiliki hubungan dengan ekonomi riil seharusnya tidak didukung,” ungkapnya.
Di Indonesia, Bank Sentral juga telah merilis pernyataan resmi pada Sabtu (13/1) yang menegaskan bahwa koin digital tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah. Sesuai Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Bank Indonesia menyatakan bahwa transaksi di wilayah Indonesia wajib menggunakan Rupiah.
“Pemilikan virtual currency sangat berisiko dan sarat akan spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab, tidak terdapat administrator resmi, tidak terdapat underlying asset yang mendasari harga virtual currency serta nilai perdagangannya sangat fluktuatif sehingga rentan risiko penggelembungan [bubble],” demikian rilis Bank Indonesia.
—Irvan Maulana/Koin.Digital ● Foto: Bitcoin