And Others
Bitcoin, Investasi atau Spekulasi?
Published
7 years agoon
- Mata uang digital Bitcoin mendadak menjadi perbincangan di berbagai belahan dunia, tanpa kecuali Indonesia.
- Saat ini banyak orang memburunya sekalipun bergelimang risiko.
Jakarta, TechnoBusiness ID ● Dunia sedang dihebohkan dengan yang namanya Bitcoin, salah satu mata uang digital (cryptocurrency). Selain Bitcoin, ada Bitcoin Cash, Bitcoin Gold, Ethereum, Litecoin, Ripple, dan lain sebagainya.
Baca Juga: Mengenal Keunggulan Teknologi Sprint Digital 360
Mata uang digital, terutama Bitcoin, menjadi heboh lantaran belakangan nilainya naik berkali lipat. Bahkan, per Jumat (22/12) pukul 6.30 pagi WIB, satu Bitcoin sudah seharga Rp244,5 juta atau setara dengan satu unit apartemen dua kamar tidur di Meikarta buatan Lippo Group yang juga sedang jadi bahan pembicaraan di Tanah Air.
Pertanyaannya, apa itu Bitcoin? Bagaimana kok harganya bisa tiba-tiba melonjak tajam? Jawaban yang sebenarnya memang masih misterius, semisterius siapa pencipta dan akan ke mana arahnya.
Dalam acara PowerTalks.ID yang digelar TechnoBusiness Indonesia, IDX Incubator, dan Tripal.co di Jakarta, Rabu (20/12) malam, Lukman El Hakim Syamlan, pendiri sekaligus Chief Executive Officer PT Tetra Impressa Investama (Teman Trader), berpendapat bahwa Bitcoin dan sejenisnya masih tergolong spekulasi.
“Harganya naik karena banyak yang membeli, dan itu sifatnya ikut-ikutan,” ungkap Lukman yang menjadi narasumber acara rutin bulanan itu. “Bitcoin juga rentan risiko seperti risiko pasar, risiko likuiditas, risiko teknologi, dan risiko regulasi.”
Lukman membandingkan, untuk mencapai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) seharga Rp6.000, pasar modal di Indonesia membutuhkan waktu 40 tahunan. Sebab, nilai saham setiap emiten dibatasi kenaikan dan penurunannya. Regulasinya pun jelas.
Sementara Bitcoin tidak. “Orang-orang yang membeli dengan harga rendah lalu sekarang harganya tinggi, satu saat pasti akan merealisasikan keuntungannya. Kalau tiba-tiba banyak yang menjual?”
Berbeda dengan Lukman, seorang professional crypto trader Yonathan Dinata mengatakan bahwa Bitcoin merupakan media investasi. “Ini adalah produk teknologi yang menjadi alat pembayaran tanpa batas negara seperti mata uang konvensional. Kita bisa bertransaksi dengan mata uang digital ke berbagai negara tanpa batas dan dalam waktu singkat,” katanya yang juga menjadi narasumber dalam talk show tersebut.
Yonathan juga yakin harga Bitcoin tidak mungkin turun karena jumlahnya terbatas dan peminatnya semakin banyak. Tidak hanya itu, merchant-merchant di berbagai negara pun semakin banyak yang menerima Bitcoin sebagai alat pembayaran.
Sekarang ini asal beli saja bisa untung karena harganya terus naik. Tapi, jika takut uangnya hilang, kata dia, sebaiknya melakukan diversifikasi dengan produk investasi yang lain. Kalau perkara risiko regulasi, “Itu seperti kehadiran taksi online yang regulasinya selalu menyusul,” ujarnya.
Li Merlina, founding member Indonesian Blockchain Network, yang juga hadir dalam acara yang dipandu oleh Kevin Wu, pendiri Tripal.co, itu menyatakan jumlah Bitcoin yang diterbitkan di seluruh dunia sudah dibatasi sebanyak 21 juta koin. Kini, yang sudah “ditambang” sekitar 18 juta koin.
Namun, seperti tema yang diangkat “Bitcoin: Investasi atau Spekulasi?”, menurut Lukman, sekarang ini masih spekulasi. “Untuk bisa disebut sebagai alat investasi, harus dibuktikan oleh waktu, setidak-tidaknya tiga tahun ke depan,” ungkapnya.●
—Purjono Agus Suhendro, TechnoBusiness ID ● Foto-Foto: TechnoBusiness ID
You may like
-
BRICS dan 100 Negara Lainnya Pertimbangkan Mata Uang Digital
-
Harga Ethereum Pecahkan Rekor, Bitcoin Dekati Rp1 Miliar
-
El Salvador akan Jadikan Bitcoin Mata Uang yang Sah
-
Harga Bitcoin Hari Ini Kembali Sentuh Rp400 Juta
-
Inilah Pendorong Harga Bitcoin Naik Hingga Rp400 Jutaan
-
Harga Bitcoin Tembus Rp270 Juta, Berikut Faktor Pendorongnya
-
PayPal Terima Bitcoin, Harga Bitcoin Melonjak
-
PayPal Segera Layani Transaksi Mata Uang Digital
-
Oscar Darmawan: Harga Bitcoin Bakal Kembali Naik!